Perlunya Tanggung Jawab setelah Pejabat Negara Menyebarkan Hoaks

JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty meminta maaf atas ucapannya yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Pernyataan itu adalah, 'jika seorang wanita berenang bersama laki-laki, maka bisa terjadi kehamilan'. 

Sitti minta maaf karena institusinya terseret atas pernyataannya itu. Dia bilang, pernyataannya murni keluar dari pemikirannya sendiri bukan mengatasnamakan KPAI. Sitti pun menarik pernyataan tersebut. 

"Saya meminta maaf kepada publik karena memberikan statement yang tidak tepat," kata Sitti seperti dikutip VOI pada Senin, 24 Februari.

Sebenarnya, pada 16 Juni 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pernah mengeluarkan pernyataan bahwa informasi orang bisa hamil setelah berenang adalah hoaks. Kominfo pernah mengklarifikasi adanya sebuah unggahan di media sosial yang menyatakan seorang wanita hamil setelah berenang di kolam renang.

Hoaks ini diluruskan dengan berita jpnn.com, yang menuliskan dokter spesialis obsetri dan ginekologi dari RS National Hospital dr Hendera Hendri SpOG, tak mungkin sperma bisa bertahan hidup di kolam renang. Sebab, sperma butuh media untuk bertahan. Sedangkan di dalam kolam berenang terdapat kaporit dan bahan bahan lainnya.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh ahli reproduksi dan bayi tabung dr Hasto Wardoyo SP.OG. Dia menegaskan, mustahil seorang wanita bisa hamil di kolam renang hanya karena hanya karena seorang pria mengeluarkan sperma dalam satu kolam renang. Dia juga mengatakan informasi yang disampaikan oleh Sitti merupakan hal yang bersifat sesat dan menyesatkan.

Kepala BKKBN ini menilai, sperma akan segera mati dan tak bisa bergerak aktif kalau tak berada di medianya. "Air bukan media bagi sperma dan dalam beberapa menit akan mati dan tidak available lagi," ungkap Hasto kepada wartawan saat dihubungi, Minggu, 23 Februari.

Ilustrasi (Pixabay)

Permintaan maaf Sitti tak didengar warganet. Warganet malah bikin tagar #PecatSittiHikmawaty di media sosial Twitter. Mereka ingin Sitti dipecat dari jabatannya.

Soal desakan pemecatan untuk Sitti, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menerangkan, tak bisa langsung dilakukan. Sebab, ada mekanisme dan aturan yang mesti dijalankan.

"Soal pemberhentian tentu harus dikembalikan kepada perundang-undangan yang berlaku," ungkap Ace kepada VOI lewat pesan singkat, Senin, 24 Februari.

Selain itu, Ace juga prihatin soal pengetahuan yang dimiliki oleh Sitti. Pernyataan Sitti bisa dinilai sebagai ketidakpahamannya terhadap alat reproduksi.

Pernyataan yang keluar dari mulut Sitti ini, dinilai Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago sebagai bentuk pejabat yang gampang termakan hoaks. Pejabat yang seperti ini, biasanya malas mengecek kembali informasi yang diterima sebelum menyampaikan kembali kepada publik.

"Pejabat kita juga mudah termakan isu hoaks. Mereka sama saja dengan yang tidak berpendidikan dan ini masalah kita semua, tanpa cross check apabila mau berkomentar atau berbicara, mungkin bisa saja karena elite pejabat kita malas membaca jadi salah satu penyebabnya," kata Pangi ketika dihubungi.

Selain itu, Pangi menilai pejabat saat ini, kecenderungannya tak punya beban ketika salah menyebarkan informasi dan menganggap permintaan maaf kepada publik saja sudah cukup. Buktinya, Sitti hanya meminta maaf lewat keterangan tertulis.

Karenanya, Pangi mengingatkan Presiden Joko Widodo menertibkan pejabat publik dan menterinya agar kejadian semacam ini tak perlu lagi terjadi. Sebab, semakin sering pejabat publik menyampaikan informasi yang sembarangan akan menimbulkan ketidakpercayaan.

"Jangan buat kegaduhan dan polemik dong yang membuat distrust terhadap pejabat pemerintah dan elite. Sudahi yang berkomentar memantik polemik, pro kontra dan kegaduhan yang membuat panggung opini publik menjadi bising," tutupnya.