Pemerintah Semai 176,48 Ton Garam Atasi Karhutla
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mencatat telah menyemai 176,48 ton garam untuk menurunkan hujan buatan melalui operasi teknologi modifikasi cuaca sebagai upaya mengatasi kasus kebakaran hutan dan lahan gambut.
"Secara keseluruhan, April 2023 sampai saat ini sudah dilakukan 206 sortie penyemaian dengan total garam 176,48 ton," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Thomas Nifinluri dilansir ANTARA, Kamis, 7 September.
Thomas menuturkan 176,48 ton garam itu telah disemai ke tujuh provinsi dengan rincian Provinsi Riau sebanyak 56 sortie penyemaian dengan total garam 50,4 ton, Sumatera Selatan dan Jambi sebanyak 55 sortie dengan total penyemaian 47,2 ton, Provinsi Nusa Tenggara Timur ada 16 sortie teknologi modifikasi cuaca dengan total garam disemai sebanyak 11 ton.
Kemudian Kalimantan Barat sebanyak 49 sortie penyemaian dengan total garam 45,48 ton, Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 15 sortie teknologi modifikasi cuaca dengan penyemaian garam 12 ton, dan Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 15 sortie teknologi modifikasi cuaca dengan total garam disemai 12 ton.
Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan gambut melalui pemetaan wilayah rawan kebakaran untuk ditangani oleh petugas pemadam di lapangan; pengelolaan kawasan hutan dengan membuat ilaran, sekat bakar, dan sekat kanal.
Selanjutnya, pengembangan hutan kemasyarakatan; pengembangan sistem peringatan dini kebakaran hutan, dan pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat serta pengembangan inovasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Sebelumnya Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan jumlah titik panas atau hotspot di Indonesia telah mencapai 3.788 titik panas per 5 September 2023.
Jumlah itu mengalami peningkatan signifikan hingga tiga kali lipat bila dibandingkan data tahun lalu yang hanya terdapat 979 titik panas.
KLHK terus mengontrol titik panas agar tidak meluas dan menimbulkan kebakaran besar yang melahap hutan dan lahan gambut.
Baca juga:
- KTT ASEAN Rampung, Besok Tak Ada Rekayasa Lalu Lintas
- MK Sidang Uji Materi Batas Usia Capres-Cawapres, Kuasa Hukum Pemohon Contohkan Kepemimpinan Gibran
- Panglima TNI: KRI dan Pesawat Tempur Siaga Sampai Seluruh Delegasi Pulang
- Polisi Tangkap Tersangka Order Fiktif GoFood di Jatim, Pelaku Raup Untung Rp2,2 Miliar dari 107 Ribu Transaksi
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan mengungkapkan musim kemarau tahun ini akan lebih panjang ketimbang tahun-tahun sebelumnya karena efek fenomena El Nino.
Bila kondisi normal tanpa El Nino, kata dia, musim kemarau di Indonesia hanya berlangsung sekitar tiga bulan, namun El Nino tahun ini berpotensi membuat musim kemarau berlangsung selama sembilan bulan.
"El Nino adalah fenomena global. Hampir 90 persen negara yang terletak di sekitar ekuator, salah satunya Indonesia kena dampak El Nino," kata Eddy.
Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat atau NOAA menyampaikan bahwa fenomena El Nino muncul sekitar Mei 2023 akibat kenaikan suhu di atas 0,5 derajat Celcius di Samudera Pasifik.
Puncak El Nino berkisar antara November hingga Desember 2023.
Ketika El Nino telah mencapai puncak, maka fenomena itu akan meluruh kembali akibat suhu permukaan laut di Samudera Pasifik turun hingga di bawah 0,5 derajat Celcius pada Mei 2024.