Mantan Presiden Rusia sebut Militerisasi Jepang Memperumit Situasi di Asia Pasifik
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia yang juga mantan Presiden Dmitry Medvedev mengatakan pada Hari Minggu, "militerisasi" Jepang memperumit situasi di kawasan Asia-Pasifik.
Medvedev mengatakan, Jepang, dengan bantuan dari Amerika Serikat, sedang memperluas infrastruktur militernya dan meningkatkan pembelian persenjataannya.
"Sangat disesalkan bahwa pihak berwenang Jepang sedang mengejar arah menuju militerisasi baru di negara ini," kata Medvedev, mengutip Reuters dari TASS 4 September.
"Latihan pasukan sedang berlangsung di dekat Kepulauan Kuril, yang secara serius memperumit situasi di kawasan Asia-Pasifik," tandasnya.
Pekan lalu, Kementerian Pertahanan Jepang pada Hari Kamis mengajukan anggaran untuk tahun fiskal berikutnya sebesar 53 miliar dolar AS atau sekitar Rp807.985.000.000.000, rekor terbesar sejak Perang Dunia Kedua, yang bertujuan untuk melipatgandakan pengeluaran pertahanan menjadi 2 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2027, dengan mengutip China yang semakin tegas dan Korea Utara yang sulit ditebak.
Terpisah, Rusia memutuskan tahun ini untuk mendeklarasikan 3 September - sehari setelah menyerahnya Jepang pada Perang Dunia Kedua - sebagai "Hari Kemenangan atas Militeristik Jepang", yang memicu protes dari Tokyo.
Baca juga:
- Menlu Retno: Mata Rakyat Tertuju pada Kita untuk Membuktikan ASEAN Masih Penting dan Dapat Berkontribusi
- Presiden Biden Menyayangkan Ketidakhadiran Pemimpin China Xi Jinping di KTT G20 India
- Presiden Zelensky Copot Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov: Karena Tuduhan Korupsi atau Jadi Dubes di Barat?
- Sesalkan Pengungkapan Pertemuan Menterinya dengan Menlu Libya, PM Israel Netanyahu: Itu Tidak Membantu
Diketahui, Rusia dan Jepang memiliki hubungan yang kompleks yang ditandai dengan sengketa wilayah selama beberapa dekade atas beberapa pulau kecil yang dikuasai Rusia di lepas pantai Hokkaido, yang oleh Moskow disebut sebagai Kuril Selatan, namun diklaim oleh Jepang sebagai Wilayah Utara.
Sengketa atas wilayah tersebut, yang direbut Uni Soviet pada hari-hari terakhir Perang Dunia Kedua, telah menghalangi Tokyo dan Moskow untuk mencapai perjanjian perdamaian yang secara resmi mengakhiri permusuhan.