Kejati Tahan Tersangka Korupsi Dana Sekretariat DPRD Papua Barat
MANOKWARI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat kembali menahan satu tersangka berinisial ARL usai ditetapkan menjadi tersangka pada kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran Sekretariat DPRD Papua Barat senilai Rp4,38 miliar.
Kepala Kejati Papua Barat Harli Siregar mengatakan tersangka ARL merupakan pemilik dua perusahaan yang bekerja sama dengan tersangka FKM mantan Sekretaris DPR Papua Barat.
Tersangka ARL mengajukan dokumen pencairan senilai Rp2,2 miliar lebih atas beberapa item pekerjaan seperti pemeliharaan sekretariat, belanja bahan pembersih, konsumsi pimpinan dan anggota dewan serta tamu.
"ARL bekerja sama dengan FKM yang telah ditahan sebelumnya. Anggaran itu sudah dicairkan, nyatanya pekerjaan tersebut tidak dilakukan," kara Harli Siregar dikutip ANTARA, Selasa, 22 Agustus.
Dia menjelaskan tersangka ARL ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Manokwari selama 20 hari ke depan, sambil menunggu penyidik kejaksaan merampungkan berkas perkara.
Setelah berkas perkara rampung, tersangka ARL akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manokwari untuk menjalani proses persidangan.
"Yang (FKM) juga kami upayakan secepatnya dilimpahkan ke pengadilan," jelas Harli.
Dia menegaskan penyidik kejaksaan tetap berlandaskan pada bukti bukan asumsi bahkan desakan pihak tertentu dalam pengungkapan perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Pengembangan terhadap kasus dugaan korupsi anggaran pemeliharaan Sekretariat DPRD Papua Barat berlandaskan dengan bukti permulaan penyalahgunaan anggaran tersebut.
"Tentu dalam konteks ini, ada bukti permulaan yang cukup baik dari keterangan saksi maupun bukti lainnya," jelas Harli.
Baca juga:
Sebelumnya, Kejati Papua Barat menahan FKM mantan Sekretaris DPR pada Kamis (27/7) malam karena melakukan penyalahgunaan anggaran pemeliharaan yang bersumber dari APBD Perubahan Provinsi Papua Barat tahun 2021.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Papua Barat Abu Hasbullah menjelaskan tersangka FKM menggunakan strategi pemecahan paket pekerjaan menjadi tujuh bagian guna menghindari mekanisme pelelangan yang semestinya diterapkan.
Tersangka FKM kemudian menggunakan profil perusahaan penyedia jasa milik ARL selaku pihak ketiga untuk memenangkan tujuh paket pekerjaan yang dimaksud.
"Penyedia jasa tidak diverifikasi. Setelah dana cair ke rekening penyedia jasa, uang itu langsung diserahkan ke tersangka. Jadi tersangka hanya pinjam bendera perusahaan lain," ucap dia.
Tersangka FKM melibatkan sejumlah staf dan petugas keamanan (satpam) di Sekretariat DPRD Papua Barat untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan halaman kantor.
Pelaksanaan tujuh paket pekerjaan itu baru dimulai tahun 2022, padahal anggarannya sudah dicairkan dan diterima tersangka FKM setahun sebelumnya.
Penyidik kejaksaan menjerat tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1 ke 1) subsider Pasal 3 KUHPidana.