Bagikan:

MANOKWARI - Kejaksaan Tinggi Papua Barat membantah tudingan melakukan pemerasan terhadap tersangka dugaan tindak pidana korupsi dana tambahan penghasilan pegawai (TPP) pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Papua Barat.

Tersangka itu adalah mantan Kepala Disnakertrans Papua Barat Frederik D.J. Saidui yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Manokwari selama 20 hari terhitung sejak 1 Maret 2024.

"Saya sudah katakan bahwa tudingan itu bohong, tidak benar," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Papua Barat Abun Hasbullah Syambas dilansir ANTARA, Senin, 19 Maret.

Dia menjelaskan istri bersama kuasa hukum tersangka mendatangi Intelijen Kejati Papua Barat untuk menyerahkan bukti transfer uang yang mengatasnamakan kejaksaan.

Intelijen Kejati Papua Barat kemudian melakukan pelacakan terhadap nomor rekening maupun nomor WhatsApp oknum yang mengajukan permintaan uang kepada tersangka.

"Kami sudah cek dan posisi orang yang minta uang ke tersangka mengatasnamakan saya dan Pak Kajati itu lokasinya di Bogor," jelas Abun Syambas.

Dia menyebut banyak oknum tidak bertanggung jawab kerap memanfaatkan pengungkapan kasus tindak pidana korupsi untuk memeras tersangka dengan mencatut nama jaksa.

Masyarakat khususnya keluarga tersangka diharapkan segera memberikan laporan, bilamana ada permintaan sejumlah uang yang mengatasnamakan pejabat dari kejaksaan

"Kami berulang-ulang tegaskan bahwa jangan mudah percaya kalau ada motif seperti itu. Segera laporkan kepada kami," ujar Abun.

Menurut dia, sebelum penetapan tersangka, penyidik terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan menyita sejumlah dokumen sebagai alat bukti tambahan.

Sebelumnya, Yan Christian Warinussy selaku Kuasa Hukum Frederik Saidui meminta agar Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Harli Siregar segera melakukan pemeriksaan internal atas dugaan tindak pidana pemerasan tersebut.

Pihaknya juga mendalami seluruh bukti transfer permintaan sejumlah uang dari oknum yang mengatasnamakan Asisten Pidana Khusus Kejati Papua Barat.

"Uang yang klien kami kirim itu karena ada janji bahwa kasus yang sedang berjalan bisa dihentikan melalui penerbitan SP3," ucap Warinussy.