Manulife: Pemilu 2024 Berpotensi Dorong PDB Indonesia

JAKARTA - Chief Economist & Investment Strategic PT Manulife Asset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan menyampaikan bahwa pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang berpotensi mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Hal itu dikarenakan memasuki masa kampanye pada kuartal IV 2023, belanja pemerintah diproyeksi akan meningkatkan konsumsi domestik.

“Di paruh kedua tahun ini, belanja pemerintah yang lebih tinggi serta mulai bergulirnya dana dari anggaran Pemilu dapat meningkatkan konsumsi domestik, yang diharapkan mendukung pertumbuhan PDB Indonesia,” kata Katarina dalam acara webinar 'Market Update: No Harsh Landing' yang digelar Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) secara virtual di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu 16 Agustus.

Di samping itu, anggaran untuk kampanye pemilu 2024 juga menjadi anggaran terbesar jika dibandingkan dengan masa pemilu sebelumnya.

Lebih lanjut dari segi pasar domestik, Katarina menuturkan bahwa Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga di level saat ini, yakni 5,75 persen sembari menunggu keputusan Bank Sentral AS atau The Fed.

Hal itu disebabkan karena suku bunga saat ini dianggap cukup untuk menahan inflasi dan selisih suku bunga BI terhadap The Fed semakin menyempit.

Pengendalian nilai tukar Rupiah dilakukan oleh BI melalui instrumen lain, seperti intervensi valuta asing dengan menggunakan cadangan devisa dan program operation twist. Sementara itu, tingginya surplus perdagangan sejak 2020 tidak serta merta mendorong peningkatan cadangan devisa.

“Kondisi ini menunjukkan keengganan eksportir untuk mengonversi dana hasil ekspor ke mata uang lokal karena tingkat suku bunga yang kurang atraktif. Regulasi yang mewajibkan penanaman Dana Hasil Ekspor untuk jumlah minimum ekspor 250 ribu dolar AS selama tiga bulan diharapkan meningkatkan likuiditas dolar AS di dalam negeri dalam jumlah cukup besar dan membantu menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah,” ujarnya.

Angka inflasi Indonesia juga masih menunjukkan penurunan lebih lanjut pada bulan Juni 2023 hingga kembali ke kisaran sasaran di level 3+1 persen, lebih cepat dari perkiraan semula.

Realisasi itu menjadi yang terendah sejak 14 bulan lalu. Kembalinya inflasi ke sasaran merupakan hasil konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara BI dan pemerintah, baik di tingkat pusat dan daerah.

Kebijakan saat ini dipandang BI cukup untuk membawa inflasi ke kisaran target inflasi 3±1 persen di 2023 dan 2.5±1 persen di 2024. Indikator ekonomi Indonesia menunjukkan peningkatan aktivitas domestik. Hal ini ditandai oleh beberapa hal, antara lain tingkat keyakinan konsumen yang terjaga baik, sehingga dapat mendorong minat konsumsi masyarakat.

Selain itu, indikator investasi juga menunjukkan tren pemulihan dan BI mendukung penyaluran kredit dengan memotong RRR (reserve requirement ratio) untuk memenuhi kebutuhan dana dari berbagai sektor usaha.

Namun Katarina tetap menganjurkan para investor untuk mewaspadai beberapa risiko. Pertama, dampak kebijakan bank sentral terhadap pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan moneter negara berkembang.

Kedua, faktor geopolitik yang bisa memunculkan ketidakpastian pada berbagai kebijakan dan dampaknya terhadap sentimen investasi. Selain itu, jelang Pemilu, investasi dan belanja modal diperkirakan akan mengalami penurunan.

Ketiga, harga komoditas yang diperkirakan akan mengalami normalisasi tentunya bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, dan defisit fiskal.