Kababinkum: TNI Dapat Beri Bantuan Hukum untuk Prajurit dan Keluarganya

JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro menyampaikan perwira hukum TNI dapat memberikan bantuan hukum kepada prajurit, prajurit siswa, PNS di lingkungan TNI beserta anggota keluarga mereka.

Hal itu diatur dalam Pasal27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), kemudian Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 105, Pasal 215, dan Pasal 216 UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Kemudian Pasal 50 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan Pasal 56 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal 1 UU Nomor 11 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

"Pasal 50 ayat (2) khususnya huruf f (UU TNI) di sana disebutkan bahwa prajurit dan prajurit siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan yang meliputi penghasilan, dan seterusnya, dan huruf f bantuan hukum. Kemudian Pasal 50 ayat (3) UU TNI berbunyi keluarga prajurit memperoleh rawatan kedinasan yang meliputi rawatan kesehatan, pembinaan mental dan keagamaan, (poin) c bantuan hukum sehingga keluarga, prajurit dan keluarganya punya hak untuk mendapatkan bantuan hukum (dari TNI)," kata Laksda Kresno saat jumpa pers di Mabes TNI, Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 10 Agustus.

Aturan itu kemudian ditindaklanjuti dalam Petunjuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Lingkungan TNI yang disahkan oleh Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/1089/XII/2017. Dalam aturan pelaksana itu, ada ketentuan terkait prosedur permohonan dan pemberian bantuan hukum, kemudian juga diatur cakupan anggota keluarga prajurit yang dapat meminta bantuan hukum kepada TNI.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono, dalam jumpa pers yang sama, menyebutkan anggota keluarga yang dapat memohon bantuan hukum, yaitu istri/suami prajurit TNI dan PNS TNI, anak, janda/duda, orang tua, mertua, dan saudara kandung/ipar, serta keponakan prajurit/PNS TNI.

Terkait kasus Mayor Dedi Hasibuan di Polrestabes Medan, Kababinkum menjelaskan ada prosedur yang tidak dilalui oleh perwira menengah TNI itu.

"Ada kesalahan prosedur dalam pemberian bantuan hukum khususnya adalah tata cara dan mekanisme dalam memberikan bantuan hukum," kata Kababinkum TNI.

Sementara itu, Danpuspom TNI, juga menyebut bantuan hukum yang diberikan Mayor Dedi kepada keponakannya Ahmad Rosyid Hasibuan (ARH), tersangka kasus pemalsuan tanda tangan sertifikat tanah di Polrestabes Medan, tidak ada urgensi-nya dengan kedinasan.

Karena itu, Mayor Dedi, yang namanya viral setelah mendatangi Markas Polrestabes Medan Sabtu minggu lalu (5/8) bersama 13 prajurit TNI lainnya, lanjut menjalani pemeriksaan di Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) per Kamis.

Mayor Dedi, yang merupakan prajurit TNI AD di Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan, sebelumnya menjalani pemeriksaan di Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, Rabu. Danpuspom menyampaikan dia diperiksa oleh Puspom TNI selama 8 jam sejak pukul 09.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB.

Nantinya, Danpuspom TNI yang menentukan pelanggaran apa yang dilakukan oleh Mayor Dedi merujuk dari hasil pemeriksaan dan pengembangan kasus.

Walaupun demikian, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko meyakini minimal Mayor Dedi bakal kena sanksi disiplin.

"Kami jamin siapa pun yang terlibat di situ (Polrestabes Medan, red.) kalau memang dari kejadian itu tidak ada unsur pidana, kami pastikan yang ada di situ pasti akan kena hukuman disiplin," ujar Danpuspom TNI.

Dia menjelaskan pelanggaran disiplin mungkin terjadi karena ada indikasi unjuk kekuasaan (show of force) dari Mayor Dedi Hasibuan beserta prajurit TNI lainnya saat mereka datang ke Markas Polrestabes Medan. Pasalnya, mereka datang bersama-sama pada hari libur ke Markas Polrestabes Medan menggunakan pakaian dinas berwarna hijau loreng.

"(Aksi itu) dapat diduga, atau dikonotasikan, merupakan upaya show of force kepada penyidik Polrestabes Medan untuk berupaya memengaruhi proses hukum yang sedang berjalan," tutur Agung Handoko.

Mayor Dedi bersama rombongannya datang ke Markas Polrestabes Medan untuk menanyakan tindak lanjut permohonan penangguhan penahanan terhadap Ahmad Rosyid Hasibuan kepada Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes Medan.

Pasalnya, pejabat di Polrestabes Medan itu sempat menolak permohonan Dedi menangguhkan penahanan ARH. Mayor Dedi melayangkan permohonan itu berbekal surat dari Kepala Hukum Kodam I/Bukit Barisan.