130 Warga NTB Diduga Korban Penipuan P3MI, Setor Puluhan Juta Tak Juga Dikirim Kerja ke Luar Negeri
MATARAM - Polda NTB menangani kasus Perusahaan Pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang berkantor di Majeluk, Kota Mataram atas dugaan penipuan terhadap 130 calon pekerja.
"Jadi, korban dengan jumlah 130 orang di sini sudah menyetorkan uang kepada perusahaan. Namun, sejak menyetorkan satu tahun terakhir ini para korban tidak juga mendapatkan kejelasan soal kapan dan kemana akan diberangkatkan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan di Mataram, Antara, Senin, 7 Agustus.
Teddy mengungkapkan hal tersebut berdasarkan laporan korban. Mereka yang menjadi korban mengakui telah menyetorkan uang dengan nominal yang cukup beragam, mulai dari Rp30 juta sampai dengan Rp50 juta.
Pihak kepolisian pun menindaklanjuti laporan itu dengan mengamankan perempuan berinisial RY yang merupakan kepala cabang dari P3MI tersebut dalam kegiatan penindakan, Senin sore.
"Jadi, kepada yang bersangkutan (RY) masih kami amankan untuk dimintai keterangan terkait adanya laporan korban," ucap dia.
Lebih lanjut, Teddy mengatakan, penanganan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Pihaknya masih harus mempelajari proses perekrutan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
"Ini akan kami tindak lanjuti dan pelajari terkait dengan proses rekrutmen yang sudah berjalan selama satu tahun lalu. Kalau memenuhi unsur, akan kami proses sesuai aturan hukum," ujarnya.
Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTB Mangiring Hasoloan Sinaga menanggapi kasus ini dengan mengungkapkan bahwa perusahaan yang dinakhodai RY tersebut resmi sebagai P3MI.
"Namun, SIP2MI (Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia) perusahaan ini sudah kedaluwarsa," kata Mangiring.
P3MI dengan status RY sebagai kepala cabang tersebut berkantor di Jalan Transmigrasi, Kota Mataram.
Baca juga:
Tercatat perusahaan tersebut melakukan perekrutan terhadap CPMI dengan tujuan pemberangkatan Malaysia, Taiwan, Arab Saudi, Polandia, dan Australia.