Wamenkes Ingin 5 Juta Anak Stunting Dikawal Sesuai Siklus Hidupnya
JAKARTA - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono ingin setiap pihak terkait lebih memperhatikan lima juta anak stunting yang ada di Indonesia dengan memberikan pengawalan yang tata laksananya disesuaikan dengan siklus hidupnya.
“Saat ini stunting kita 21,6 persen (atau ada sebanyak 5 juta anak). Artinya, satu dari empat anak mengalami stunting, satu dari empat anak IQ-nya lebih rendah 11 persen dan satu dari empat anak Indonesia di tahun emas Indonesia punya penghasilan yang lebih rendah dari anak lain,” kata Dante dalam Forum Menuju Indonesia Bebas Stunting di Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 20 Juli.
Dante menuturkan penguatan intervensi yang dilakukan pemerintah dengan melaksanakan gerakan cegah stunting, memerlukan keterlibatan lintas sektor karena target 14 persen di tahun 2024 bukan hal yang mudah untuk dicapai.
Kemenkes sendiri sepanjang tahun 2022 lalu, terus mendorong terlaksananya berbagai upaya pengendalian stunting untuk seluruh kalangan masyarakat terutama lewat intervensi spesifik yang berkaitan dengan kesehatan anggota keluarga.
Misalnya, membentuk program Aksi Bergizi di sekolah dengan sasaran remaja putri di tingkat SMP atau SMA yang di dalamnya mencakup kegiatan skrining anemia, sarapan bersama dan konsumsi tablet tambah darah (TTD) di pagi hari.
Setidaknya sudah ada 6.420 sekolah yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. Meski demikian, di lapangan masih ditemukan TTD justru tidak dikonsumsi akibat rasanya yang dinilai pahit oleh anak-anak atau sengaja dibawa pulang, sehingga diharapkan pihak sekolah bisa bekerja sama mengawasi para siswi ketika acara berlangsung.
Kemudian penanganan pada ibu hamil, di tahun 2022 USG sudah didistribusikan kepada sebanyak 6.032 puskesmas, guna menunjang pemeriksaan kehamilan ibu (ANC) sebanyak enam kali lebih optimal.
Diharapkan penggunaan USG bisa dimaksimalkan untuk memantau tumbuh kembang janin sejak dalam kandungan, serta mendeteksi lebih dini risiko kematian ibu yang angka kematiannya diketahui paling banyak terjadi di rumah sakit akibat telat dirujuk.
“Pemenuhan USG di puskesmas ini program baru, dengan USG di puskesmas maka kita harapkan ibu-ibu dengan risiko tinggi sudah diidentifikasi dari awal, supaya bisa lahir tidak di puskesmas atau di bidan tetapi langsung di rumah sakit,” katanya.
Baca juga:
- Menkes: Skorsing Hingga Copot Jabatan Menanti Pelaku Bullying Dokter
- Aipda M Beking Jaringan TPPO Kamboja, Terima Rp612 Juta dan Halangi Penyidikan
- Gibran Marah Admin Akun Pemkot Solo Tak Solutif Respons Warga: Harusnya Selesaikan Masalah
- AHY Ingatkan Cawapres Anies Harus Bawa Kans Kemenangan Lebih Tinggi
Dante mengatakan selama mendapatkan pemeriksaan, ibu juga akan mengikuti kelas ibu hamil sambil diberikan TTD dan makanan tambahan bila kekurangan energi kronik (KEK). Kemenkes juga sudah mendistribusikan sebanyak 5.628 Hb meter ke puskesmas yang ada di 12 provinsi prioritas penanganan stunting.
Ketika memasuki masa tumbuh kembang setelah lahir, posyandu kembali diaktifkan dengan menyasar balita, ibu dan keluarga balita. Di sini, 61.256 posyandu sudah diberikan alat antropometri baru yang terstandar.
Kemampuan kader posyandu juga terus ditingkatkan melalui berbagai pelatihan. Sehingga, diharapkan para kader dapat mengukur tumbuh kembang anak sesuai hasil di lapangan secara konkret.
Termasuk mengedukasi keluarga tentang pentingnya pemberian protein hewani seperti telur, ikan dan daging ayam dalam mencegah anak terkena stunting.
“Ini masalah bersama yang harus kita pecahkan. Sekarang ada lima juta anak stunting, ini harus ditangani mulai sekarang. Di seluruh Indonesia, sehingga kita bisa mewujudkan generasi emas yang kita cita-citakan,” ucapnya.