Pemaparan Kapolri Baru soal Novel di Hadapan Komisi III
JAKARTA - Kapolri Jenderal Idham Aziz datang ke Komisi III DPR. Ini kali pertamanya dia menghadap anggota parlemen dengan empat bintang di pundaknya. Dia datang untuk rapat. Agendanya banyak, salah satunya yang dia aparkan adalah kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan yang terjadi April 2017.
Saat jadi Kapolda Metro pada Juli 2017, Idham belum bisa mengungkap kasus tersebut. Saat dia naik jabatan jadi Kabareskrim pada Januari 2019, kasus ini juga tak terungkap. Banyak yang berharap, kasus ini bisa terungkap ketika Idham jadi Kapolri setelah dilantik pada 1 November.
Kasus Novel sudah panjang perjalanannya, dua tahun lebih. Di hadapan Komisi III DPR, hari ini, dia bercerita banyak soal perkembangan penanganan kasus ini. Kata dia, Polri sudah melibatkan banyak pihak untuk mengungkap kasus Novel. Mulai dari Kepolisian Australia (AFP), hingga pihak lain yang ada di dalam negeri. Tapi, pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel itu tak diketahui hingga kini.
AFP sudah membantu Polri menganalisis 78 CCTV yang jadi barang bukti dalam kasus ini. Selain itu, mereka juga akan memeriksa daftar tamu hotel, kontrakan dan kamar kos di sekitar tempat kejadian, serta memantau 114 toko kimia yang berada di radius 1 kilometer dari lokasi.
"Berkoordinasi dengan AFP (Australia Federal Police) untuk hal itu," kata Kapolri Jenderal Idham Aziz dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 November.
Sementara, pihak dalam negeri yang diajak kerja sama oleh polri adalah KPK, Kompolnas, Komnas HAM, Ombudsman dan pakar profesional. Namun, belum menbuahkan hasil yang maksimal. Karena kata Aziz, setiap kasus memiliki tingkat kesulitan yang berbeda tergantung keberadaan alat bukti. Ada kasus yang mudah diungkap, ada juga yang sulit, kata dia.
Contoh kasus yang mudah diungkap seperti pembunuhan di Pulomas, Jakarta pada 26 Desember 2016. Kasus ini mudah diungkap karena rekaman CCTV menggambarkan pelaku dengan jelas. Sedangkan, kasus yang sulit diungkap, contohnya adalah kematian tidak wajar mahasiswa Universitas Indonesia Akseyna Ahad Dori pada 26 Maret 2015. Dia ditemukan meninggal di Danau Kenanga, kompleks Universitas Indonesia dengan tas ransel berisi lima batu konblok. Kasus tersebut tak terungkap hingga kini.
"Meskipun sudah dilakukan pemeriksaan sebanyak 28 saksi dan menyita barang bukti. Namun lebih dari 3,5 tahun belum dapat mengungkap," ucapnya.
Untuk kasus Novel ini, berdasarkan rekomendasi Komnas Ham, polisi membentuk tim pakar dan tim pencar fakta yang terdiri dari 7 orang akademisi dengan disiplin ilmu serta keahlian yang berbeda. Polri juga membentuk tim teknis yang telah berkoordinasi dengan KBRI Singapura untuk memeriksa riwayat kesehatan korban dan melakukan pendalaman dari sketsa pelaku dengan 282 data yang kita dapatkan dari disdukcapil.
Selain itu, kata Idham,Polri juga memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK untuk melakukan verifikasi akses penyidikan yang dilakukan oleh Polri.