Ketika Kemenkes Minta RS Swasta Tambah Jumlah Tempat Tidur Di Tengah Tunggakan Biaya Perawatan COVID-19

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan surat edaran kepada seluruh daerah untuk meningkatkan okupansi tempat tidur isolasi dan ICU khusus pasien COVID-19.

Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir menyebut permintaan kenaikan ketersediaan tempat tidur dilakukan karena terjadi kenaikan kasus hingga 25 persen dari sebelum masa libur akhir tahun.

"Bapak Menteri Kesehatan telah mengeluarkan edaran. Untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan jumlah pasien yang tinggi, maka rumah sakit juga harus ditambah tempat tidurnya," kata Abdul pada Rabu, 27 Januari.

Lewat surat edaran tersebut, Kemenkes meminta daerah dengan zona merah atau yang memiliki risiko tinggi untuk meningkatkan jumlah tempat tidur isolasi minimal 40 persen dan ICU minimal 20 persen.

Kemudian, untuk daerah yang berada di zona kuning, kota ini di ajurkan untuk mengonversikan tempat tidur sebanyak 30 persen dan ruang isolasi sebanyak 20 persen dari kapasitas yang ada.

"Untuk yang zona hijau, ini sebenarnya menjaga-jaga jika kemungkinan terjadi lonjakan atau posisinya berubah jadi ke zona kuning, mereka diharapkan mengonversi tempat tidur isolasi 25 persen dan ICU 15 persen," jelasnya.

Kemenkes, saat ini, juga memberikan kesempatan dan mengizinkan seluruh RS di Indonesia, termasuk RS swasta untuk memberikan layanan pasien COVID-19. Asalkan, mereka mengikuti prosedur tata laksana sebagai rumah sakit rujukan, serta mempunyai fasilitas dan sarana yang cukup.

Namun, di tengah permintaan peningkatan okupansi tempat tidur, ternyata masih ada pembayaran klaim biaya perawatan pasien COVID-19 yang tertunggak.

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengungkapkan bahwa Kemenkes belum membayar tagihan perawatan pasien COVID-19 mencapai puluhan miliar rupiah.

Akibat klaim pembayaran pasien COVID-19 belum turun, sejumlah rumah sakit swasta juga sulit untuk menalangi perawatan pasien isolasi maupun ICU COVID-19. 

Menanggapi hal ini, Abdul Kadir membenarkan bahwa pihaknya belum membayar sebagian uang klaim pengobatan COVID-19 di rumah sakit swasta.

Abdul menyebut, ada tunggakan pembayaran perawatan pasien COVID-19 di bulan Desember lantaran kementerian telah tutup buku akhir tahun 2020.

"Di akhir Desember ini memang ada beberapa yang tidak bisa kita bayarkan karena sudah akhir tahun, di mana Kementerian Keuangan itu sudah tutup buku," kata Abdul.

Selain itu, pencairan klaim di bulan Januari juga belum dapat dilakukan karena anggaran tahun 2021 belum turun dari Kementerian Keuangan.

"Bulan Januari ini memang kita belum melakukan pembayaran karena anggaran yang akan kita ajukan ini masih berproses di kementerian keuangan atau belum cair," ucap Abdul.

Faktor lainnya, kata Abdul, masih ada sejumlah permasalahan dokumen dalam proses verifikasi klaim dari rumah sakit yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

"Selama ini sih berjalan lancar, kecuali jika tim verifikator dari BPJS Kesehatan ternyata menemukan ada kasus klaim yang diajukan tidak sesuai dengan dokumen yang dikirimkan dan aturan yang kita pegang. Maka itu, kadang-kadang terjadi penundaan pembayaran," jelas dia.