Bagi Sekjen DPR, Kehadiran Virtual Politisi Senayan dalam Rapat Tak Langgar Aturan
JAKARTA - Sekjen DPR Indra Iskandar menegaskan kehadiran anggota dewan secara virtual dalam rapat kerja maupun rapat paripurna sudah sesuai mekanisme yang ada. Sistem kerja seperti ini juga sejalan dengan era new normal pasca pandemi.
"Dalam tatib (tata tertib) DPR, rapat anggota dewan bisa dilakukan dengan fisik maupun virtual," ucap Sekjen DPR Indra Iskandar, Jumat 7 Juli.
Tata tertib yang dimaksud itu tertuang dalam Pasal 254 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Dalam Pasal 254 ayat (4) Peraturan DPR itu disebutkan bahwa semua jenis rapat DPR dihadiri oleh Anggota, kecuali dalam keadaan tertentu, yakni keadaan bahaya, kegentingan yang memaksa, keadaan luar biasa, keadaan konflik, bencana alam, dan keadaan tertentu lain yang memastikan adanya urgensi nasional rapat dapat dilaksanakan secara virtual dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Sementara dalam Ayat (5) pasal yang sama dijelaskan rapat DPR yang dilaksanakan secara virtual sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kehadiran Anggota dapat ditetapkan sebanyak 1 (satu) Anggota untuk setiap Fraksi, kecuali ditentukan lain oleh Pimpinan DPR. Kemudian pada Ayat (6) disampaikan bahwa dalam hal kehadiran Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat terpenuhi, semua jenis rapat DPR tetap sah meskipun dihadiri oleh pimpinan dan Anggota secara virtual.
Berdasarkan aturan tersebut, menurut Indra, pengambilan keputusan dalam rapat DPR dengan kondisi seperti itu tetap dinyatakan sah.
“Jadi memang tatib DPR memperbolehkan kehadiran anggota dewan secara virtual dalam rapat. Bukan hanya saat rapat paripurna saja, tapi juga rapat-rapat kerja lain,” tuturnya.
Hal ini disampaikan Indra untuk menanggapi kritik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengenai minimnya kehadiran secara fisik anggota DPR dalam rapat paripurna. Namun meski anggota dewan tidak hadir secara fisik, bukan berarti substansi dari rapat akan berkurang.
"Kehadiran anggota dewan walapun secara virtual belum tentu tidak lebih serius atau tidak lebih berkontribusi dari kehadiran fisik,” ungkap Indra.
“Dan yang paling penting adalah rapat telah memenuhi kuota forum (kuorum) yang berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR, telah dihadiri lebih dari separuh anggota DPR dan terdiri atas lebih dari separuh unsur fraksi. Baik itu secara fisik, virtual, atau gabungan keduanya,” lanjutnya.
Baca juga:
- WHO Belum Sebut Omicron EU.1.1 Sebagai Virus Perlu Diwaspadai di Dunia, Kemenkes: Masyarakat Jangan Panik
- Megawati Resmikan Wahana Edukasi Satwa Liar Milik BRIN di Cibinong
- Bertemu Anies Baswedan Saat di Mekkah, Ganjar Pranowo: Ibadah Saja
- Pemprov DKI Bakal Tambah Rute Transjakarta Masuk Bandara Soetta dari PIK
Indra juga membantah klaim Formappi yang menyatakan ketidakhadiran fisik anggota DPR karena kemalasan. Sebab pada faktanya, kata Indra, metode rapat secara virtual justru lebih menunjang kerja-kerja DPR.
“Justru ketentuan boleh menghadiri secara virtual ini membuat anggota dewan lebih aktif dan terlibat dalam rapat-rapat yang diadakan oleh DPR RI. Ketentuan seperti ini juga bisa lebih mengoptimalkan kinerja anggota dewan,” sebutnya.
“Karena anggota Dewan tetap bisa mengikuti rapat saat sedang ada tugas lain, misalnya saat kunjungan kerja di daerah atau berbagai tugas kerja penting lainnya yang waktunya bersamaan dengan rapat paripurna,” imbuhnya.
Indra mengatakan, sistem kehadiran virtual memungkinkan anggota DPR yang tidak ada di Jakarta untuk tetap bisa berkontribusi dalam rapat paripurna atau rapat-rapat di Komisi. Dengan begitu, kerja DPR dalam fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan pun bisa semakin optimal.
“Anggota DPR yang hadir virtual tetap bisa memberikan masukan saat rapat, sambil sekaligus menjalankan tugas kerja lainnya. Apalagi jika terkait dengan kunjungan mereka, tentunya akan semakin relevan lagi karena aspirasi rakyat yang baru diserap bisa disampaikan langsung dalam rapat-rapat kerja, termasuk dengan mitra di Pemerintahan,” papar Indra.
“Bahkan sering kita temukan anggota dewan yang sebenarnya sedang sakit tapi ingin tetap bisa berkontribusi dalam rapat, dan akhirnya mereka memanfaatkan sistem kehadiran virtual ini,” sambungnya.
Indra mengakui Tatib tersebut memang dibuat untuk penyesuaian kerja di masa pandemi lalu sebagai upaya pencegahan penularan virus. Meski begitu, pasca pandemi dunia pun telah beradaptasi dengan berbagai hal, termasuk pengadopsian pertemuan virtual.
“Pandemi mengajarkan banyak hal. Termasuk bagaimana penggunaan teknologi bisa membuat pekerjaan semakin produktif dan relevan,” ujar Indra.
Pemanfaatan teknologi informasi sendiri pun terkait kehadiran dalam rapat saat ini juga banyak dilakukan di instansi lain. Indra mengatakan, adaptasi new normal itu belum tentu berarti buruk.
“Bukan berarti kehadiran non-fisik hasilnya tidak baik. Pemanfaatan teknologi dapat mengikis jarak, ruang dan waktu untuk mengoptimalkan hasil kerja,” tegasnya.
“Saya mengajak semua pihak melihat permasalahan ini dengan kacamata yang lebih luas dan tidak membuat persepsi yang bisa menimbulkan misperception dari masyarakat,” ucapnya.
“Jangan karena ada stigma-stigma tertentu, atau kesalahan satu dua anggota dewan jadi kesannya apa yg dilakukan DPR selalu salah. Mari sama-sama menilai dengan obyektif karena ada banyak sekali anggota DPR yang bekerja keras demi kesejahteraan rakyat,” tambah Indra.