Data 34 Juta Paspor WNI Bocor, Kaspersky: Risikonya Bisa Berlanjut untuk Jangka Panjang

JAKARTA - Beberapa waktu lalu, telah ditemukan dugaan kebocoran lebih dari 34 juta data paspor warga Indonesia. Data tersebut kemudian diperjualbelikan di situs web gelap seharga 10.000 dolar AS atau sekitar Rp150 juta-an. 

Kebocoran ini diduga dilakukan oleh seorang hacker yang disebut Bjorka, hacker yang juga telah membocorkan beberapa data warga Indonesia sebelumnya, mencakup data pengguna PeduliLindungi, aplikasi MyPertamina, hingga dokumen penting kepresidenan.

Data yang diperjualkan tersebut mencakup beberapa informasi termasuk nomor paspor, tanggal berlaku paspor, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin dan lain-lain. 

Menanggapi isu ini, Kaspersky selaku perusahaan keamanan siber global turut merespon dengan mengatakan bahwa kebocoran data ini bisa jadi membawa banyak risiko, tidak hanya pemerintahan atau bisnis, tetapi juga individu yang menjadi korban.

"Kami menyadari adanya kabar dugaan kebocoran data paspor yang dilaporkan telah menyebarkan informasi nama lengkap, nomor paspor, tanggal kadaluarsa paspor, tanggal lahir, dan data rahasia lainnya yang tercantum dalam paspor Indonesia. Setiap saat, informasi yang bocor di tangan penjahat siber memungkinkan mereka untuk meniru atau menyebarkan penipuan rekayasa sosia," ujar Adrian Hia, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky dalam sebuah tanggapan yang diterima di Jakarta.

Menurutnya, dengan data yang terbuka, peretas dapat menghubungi Anda baik online atau offline. Mereka juga dapat mengirimi puluhan pesan pesan, menandai tempat tinggal, melakukan transaksi keuangan yang melanggar hukum dengan berpura-pura menjadi Anda atau bahkan menyimpan data pribadi Anda untuk menjualnya demi keuntungan finansial lebih lanjut.

Tidak berhenti sampai di situ, Hia juga menyatakan bahwa risiko pelanggaran data seperti ini biasanya berlanjut untuk jangka panjang. Di mana data terbuka yang digunakan oleh kriminal siber ini dapat mengubah jalan hidup siapa pun. 

"Dan bahaya ini tidak hanya terbatas pada sektor pemerintahan atau bisnis karena bahkan individu biasa pun dapat terpengaruh secara parah," pungkasnya.