Antisipasi Peristiwa Jemaah Haji Telantar, Pemerintah Perlu Punya Strategi di Situasi Darurat
JAKARTA - DPR menyoroti peristiwa telantarnya jemaah haji Indonesia di Muzdalifah, usai menunaikan ibadah wukuf di Arafah. Pemerintah harus memiliki strategi antisipasi menghadapi situasi darurat saat pelaksanaan haji.
Sebelumnya diberitakan, ribuan jemaah haji Indonesia telantar dan tertahan di Muzdalifah dari dinihari sampai sore menunggu bus jemputan untuk ke Mina. Mereka duduk di tepian jalan terjemur terik matahari. Padahal saat itu suhu mencapai 42 derajat celcius tanpa ada perbekalan makanan dan minuman yang cukup.
"Kejadian di Muzdalifah memang di luar kendali. Kami berharap ke depan perbaiki manajemen antar jemput jemaah, termasuk untuk makanan. Bagaimana kita mengantisipasi agar dalam kondisi sulit yang tak terhindarkan, jemaah tetap nyaman dan aman,” kata Ketua DPR Puan Maharani, Jumat 30 Juni.
Puan berharap Pemerintah sigap mencari jalan keluar jika terjadi situasi darurat sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terburuk. Salah satunya adalah kepadatan lalu lintas yang kerap terjadi saat musim haji, serta kondisi perbekalan para jemaah yang menipis pasca wukuf di Arafah.
Arus lalu lintas dari Mekkah ke Mina memang diketahui dalam kondisi padat sehingga membuat bus jemaah haji tersendat dan terlambat sampai ke lokasi penjemputan jemaah.
"Kejadian seperti ini bisa menjadi bahan pembelajaran agar ke depannya lebih baik. Selain antisipasi, juga diperlukan kesigapan dari petugas,” tutur Puan.
Puan juga menyoroti kuota 30 persen lansia dari total jemaah yang menunaikan ibadah haji tahun ini. Menurut Puan, para jemaah lansia harus mendapat porsi perhatian lebih karena mereka cenderung kesulitan saat menyelesaikan rangkaian ibadah haji.
"DPR menyadari bahwa kuota haji yang bertambah menambah beban pekerjaan Pemerintah dan petugas haji, jadi harus ada persiapan yang lebih matang. Apalagi haji kali ini banyak lansia. Selain petugas harus diperbanyak, treatment khusus perlu lebih diperhatikan," ungkapnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama (Kemenag) per 23 Maret lalu, ada hampir 70 ribu jemaah haji lansia yang diberangkatkan tahun 2023 ini. Di akhir-akhir, Indonesia juga mendapat tambahan kuota jemaah sehingga tahun ini ada 229.000 jemaah yang menunaikan ibadah haji. Jumlahnya lebih dari 2 kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 100.000 jemaah.
Belajar dari pengalaman tahun ini, Puan meminta Pemerintah menyiapkan akomodasi serta fasilitas tambahan bagi jemaah haji lansia dan penyandang disabilitas. Salah satunya adalah menambah armada transportasi yang ramah bagi kelompok tersebut.
Baca juga:
- Urus Jenazah hingga Pemakaman, PPIH Dapat Apresiasi dari Keluarga
- Masuk Fase Kepulangan, Jemaah Haji Diingatkan untuk Menimbang Bagasi Dua Hari Sebelumnya
- Banyak Keluhan dari Jemaah Indonesia Soal Layanan Haji, Dasco: Harus Ditangani yang Profesional
- Pemerintah Arab Saudi Sarankan Beberapa Hal Ini agar Jemaah Haji Aman dan Selamat
"Di lapangan, saat ini pendamping haji banyak yang menggendong jemaah lansia dan penyandang disabilitas karena kekurangan transportasi yang ramah bagi mereka. Ini juga menjadi poin penting untuk evaluasi Pemerintah, karena tidak semua jemaah kita dalam keadaan sehat," sebut Puan.
Saat ini bus ramah lansia dan difabel yang ada untuk jemaah Indonesia hanya sebanyak 25 armada transportasi. Jumlah tersebut dirasa tidak cukup mengakomodir jemaah. Terlebih, cuaca terik di Arab Saudi dan tingkat kelelahan tinggi saat menunaikan rangkaian ibadah haji menjadi kendala tersendiri.
Berdasarkan informasi, terdapat 2.000 jemaah haji yang mengalami stres akibat cuaca ekstrem atau heat stress. Suhu udara di Saudi dilaporkan sempat mencapai 48 derajat celcius. Persoalan ini harus diantisipasi sedemikian rupa karena pasti berdampak terhadap ibadah haji jemaah, apalagi untuk lansia dan jemaah yang kondisi fisik dan kesehatannya bermasalah.
Tak hanya itu, berbagai kendala seperti toilet, pemondokan dan fasilitas kesehatan jemaah haji Indonesia juga ditemukan, khususnya di Mina. Puan mengatakan, harus ada terobosan pengelolaan haji dari pemerintah terkait fasilitas tersebut.
“Ada jemaah haji kita yang terpaksa tidur di luar tenda karena penuh sesak, termasuk lansia. Ini menjadi pembelajaran kita bersama bagaimana memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah,” ujarnya.
Selain kurang dari sisi fasilitas, tenda yang disediakan untuk jemaah haji Indonesia banyak diambil para peziarah yang memadati kawasan Mina. Kemudian toilet bagi perempuan juga dirasa masih kurang memadai sehingga jemaah haji terpaksa menunggu antre untuk ke toilet hingga satu jam lamanya.
Fasilitas kesehatan yang kurang pun banyak dikeluhkan oleh jemaah haji, khususnya lansia. Kurangnya asisten personal bagi jemaah haji lansia di mana sebenarnya banyak sekali yang membutuhkan juga menjadi perhatian DPR.
"Hal-hal tersebut yang kadang luput dari perhatian kita, tapi malah krusial bagi jemaah haji. Kami harap ini jadi catatan bagi pengelola penyelenggara haji, yang pada tahun depan harus bisa dicarikan solusi demi kenyamanan dan keamanan bagi jemaah," terang Puan.
Puan berharap Pemerintah bisa memperhatikan kualitas pendampingan dari petugas haji, terutama bagi lansia.
"Harus ada evaluasi pada bagian pendamping haji, karena faktor jemaah lansia yang harus mendapatkan pendampingan penuh,” kata cucu Bung Karno itu.
“Jangan sampai ada jemaah haji yang telantar karena kurangnya jumlah pendamping haji yang berdampak pada pelayanan,” tutup Puan.