Bagikan:

JAKARTA - Kurangnya persiapan dalam pelaksanaan ibadah haji 2023 menjadi penyebab banyak jemaah dari Indonesia yang menghadapi kendala saat menunaikan ibadah di Tanah Suci.

Seperti diketahui, kepastian Indonesia mendapatkan tambahan 8 ribu kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi baru ditetapkan pada awal bulan Mei 2023 jelang keberangkatan kloter pertama jemaah haji. Dengan tambahan kuota tersebut, total jemaah Indonesia yang menunaikan ibadah haji tahun ini menjadi 229.000 orang.

Jumlah 229.000 jemaah haji itu 2 kali lipat lebih dari tahun sebelumnya di mana Indonesia hanya mendapat kuota haji sebanyak 100.000 jemaah. Waktu yang sempit dianggap biang keladi hingga membuat kurangnya persiapan yang berdampak terhadap pelayanan bagi jemaah haji Indonesia.

"Karena penambahan kuota haji yang diberikan pada waktu yang sangat mepet itu ternyata tidak dibarengi dengan kesiapan fasilitas dan pelayanan, bukan hanya dari Pemerintah Indonesia tapi juga dari Pemerintah Saudi, terkait dengan jemaah haji Indonesia,” ucap Ketua DPR RI Puan Maharani dalam keterangannya, Senin 3 Juli.

Salah satu kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan ibadah haji kali ini yakni dalam hal sarana transportasi yang sempat menyebabkan ribuan jemaah dari Indonesia telantar di Mudzalifah. Keterlambatan jemputan itu membuat jemaah kelaparan dan kehausan di tengah cuaca terik.

Selain soal transportasi, permasalahan tenda yang over kapasitas di Mina juga menjadi catatan dalam pelaksanaan ibadah haji 2023. Dilaporkan, ada banyak jemaah Indonesia yang terpaksa beristirahat di luar tenda karena tidak kebagian tempat.

“Usai ibadah lempar jumrah di Arafah, jemaah pasti mengalami kelelahan. Saat tiba di Mina, malah tenda-tenda di sana tidak mampu menampung jemaah. Ini yang harus diantisipasi. Kejadian seperti itu tidak boleh terulang kembali,” tegas Puan.

Sejumlah hal dituding menjadi penyebab tenda di Mina mengalami over kapasitas. Selain kurangnya pelayanan dari mashariq sebagai pengelola layanan ibadah haji dari Arab Saudi selama jemaah berada di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, faktor yang menjadi penyebab jemaah haji tidur di luar tenda adalah karena keberadaan jemaah yang menggunakan visa non-haji.

Ada juga jemaah yang menggunakan visa non-haji seharusnya tidak boleh menggunakan fasilitas bagi jemaah haji. Mayoritas mereka datang menggunakan visa ziarah melalui Riyadh, lalu melanjutkan perjalanan ke Mekkah atau Madinah baik lewat penerbangan domestik maupun jalur darat.

Para peziarah ini tidak terdaftar dalam kuota haji resmi, namun ikut memanfaatkan fasilitas milik jemaah haji. Tak hanya dari masyarakat Indonesia sendiri, tapi juga dari beberapa negara lainnya. Untuk itu, Puan meminta Pemerintah memberi perhatian terkait fenomena ini.

“Harus ada pengawasan ketat terkait hal tersebut. Dan tentunya koordinasi yang sangat matang dengan Arab Saudi, dari semua stakeholder yang terlibat, termasuk Pemerintah Saudi dan pihak mashariq,” ujarnya.

Puan menilai, peran Pemerintah untuk memperketat pengawasan keberangkatan jemaah dari Indonesia sangat dibutuhkan. Koordinasi lintas kementerian/lembaga harus dilakukan dengan seksama baik dari Kemenag, pihak imigrasi, Kementerian Luar Negeri, maupun Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang mengatur mengenai jadwal keberangkatan penerbangan atau airlines.

"Ini harus menjadi bahan evaluasi. Bagaimana sistem yang tepat agar fasilitas untuk jemaah haji memang sesuai peruntukkannya,” sebut Puan.

Lebih lanjut, mantan Menko PMK itu menyoroti soal fasilitas dan ketersediaan toilet bagi jemaah haji yang sangat kurang. Tak hanya dari laporan tim pengawas (Timwas) Haji DPR saja, Puan pun melihat sendiri bagaimana jemaah haji Indonesia banyak yang mengantre lama karena kurangnya jumlah toilet selama di Arafah, Muzdalidah, dan Mina.

“Persoalan toilet betul-betul harus menjadi perhatian. Apalagi banyak jemaah haji kita itu perempuan dan lansia yang sangat membutuhkan fasilitas toilet. Belum lagi soal kebersihan dan kenyamanannya. Ini harus jadi catatan,” tuturnya.

Puan juga menekankan kurangnya sarana pendukung bagi jemaah haji lansia. Padahal untuk penyelenggaraan ibadah haji 2023, sebanyak 30 persen jemaah haji Indonesia merupakan lansia yang jumlahnya sekitar 70.000 orang.

"Selain petugas harus diperbanyak untuk membantu jemaah lansia, treatment khusus perlu lebih diperhatikan. Tentunya termasuk akomodasi dan sarana penunjang bagi lansia. Apalagi untuk lansia dengan kondisi kesehatan yang kurang,” ungkap Puan.

Puan meminta ada evaluasi yang cukup mendalam terkait pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Termasuk, kata Puan, peningkatan koordinasi serta kerja sama dengan pihak mashariq dan Pemerintah Arab Saudi sehingga pelaksanaan ibadah haji tahun depan dan selanjutnya bisa lebih baik.

“Jadi ini mungkin hal-hal yang perlu sama-sama kita evaluasi bersama, dengan harapan Insyaallah pada tahun depan masalah-masalah seperti kemarin tidak akan terulang lagi,” tutupnya.