Sistem Rujukan Berjenjang Jadi Cara Tepat Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia

JAKARTA - Pemerintah memiliki pendekatan khusus dalam melakukan intervensi penurunan angka stunting di Indonesia, yakni sistem rujukan berjenjang yang menyeluruh. Hal ini telah tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan KMK nomor HK. 01.07/MENKES/1928/2022 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Stunting.

Sistem rujukan berjenjang ini melibatkan berbagai tingkat pelayanan kesehatan, mulai dari puskesmas, rumah sakit, hingga rumah sakit umum daerah (RSUD).

Direktur Eksekutif Habibie Institute Public Policy and Governance (HIPPG) Widya Leksmanawati Habibie memandang sistem tersebut menjadi cara tepat untuk mempercepat penurunan angka stunting.

Sebab, sistem ini bertujuan adalah untuk memastikan bahwa anak-anak dengan risiko stunting atau yang sudah mengalami stunting mendapatkan perawatan dan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan mereka.

Namun, yang perlu ditekankan, perlu adanya keterlibatan stakeholder terkait mulai dari pemerintah pusat dan daerah, sektor kesehatan, swasta, komunitas, serta masyarakat setempat untuk menjalankan sistem tersebut.

"Kerjasama lintas sektor dalam sistem rujukan diperlukan untuk menyelamatkan balita dari stunting. Melalui kolaborasi yang erat, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang optimal bagi setiap balita, dan memastikan generasi masa depan yang lebih sehat dan berkualitas," kata Widya dalam keterangannya, Senin, 26 Juni.

Sebagai contoh, implementasi sistem rujukan berjenjang di Kabupaten Purbalingga dilakukan dengan berkolaborasi antara pemerintah dan berbagai stakeholder.

Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 prevalensi stunting Kabupaten Purbalingga pada angka 26,8 persen. Angka prevalensi ini malah naik 10 persen dibandingkan 2021 yang sebesar 16,8 persen.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Jusi Febrianto menjelaskan tiga lapisan intervensi yaitu, intervensi pertama melalui pemberian susu dan telur di setiap posyandu.

Intervensi kedua dilakukan di Puskesmas berupa deteksi sedini mungkin sebelum stunting. Pada kasus stunting diberikan pemberian makanan tambahan (PMT) selama 2 minggu sampai 1 bulan, dan dikoreksi. Intervensi ketiga melalui pemberian pangan olahan untuk kondisi medis khusus (PKMK), yang hanya bisa diberikan dari Rumah Sakit.

"Metode ini dirasa cukup efektif menurunkan angka stunting. Di desa Karangaren selama 6 bulan dapat menurunkan 6% stunting dari 18 persen menjadi 12 persen. Diharapkan apabila anggaran cukup, bisa diterapkan ke 57 desa lainnya," ungkap Jusi.

Sementara di Magetan, menurut dokter anak RSUD Sayyidiman Magetan, Rahma Anindita menjelaskan, pemerintah Kabupaten Magetan tahun 2023 menganggarkan Rp800 juta rupiah untuk pembelian PKMK untuk mengatasi tingginya angka balita stunting

“Tata laksana poros posyandu pusat rumah sakit itu sudah direplikasi seluruh kecamatan di Kabupaten Magetan sehingga kebutuhan PKMK protein hewani setelah semua sadar akan pentingnya (penanganan) stunting itu akhirnya meningkat tajam,” jelasnya.