PDIP Dorong MK Minta Klarifikasi Denny Indrayana Soal Putusan Sistem Pemilu
JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pertanggungjawaban Denny Indrayana atas isu putusan uji materi sistem pemilu. Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) dinilai menyampaikan informasi yang penuh muatan politik.
"Kami mendorong MK untuk menanggapi secara khusus apa yang disampaikan oleh saudara Denny Indrayana," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kepada wartawan melalui konferensi pers secara daring, Kamis, 15 Juni.
Hasto menyebut Denny harus membuka sosok yang disebutnya memberikan informasi tersebut di hadapan publik. Apalagi, pernyataan itu muncul tanpa bukti.
"Tidak boleh seseorang menyampaikan informasi kepada publik, yang penuh muatan politik, penuh dengan kepentingan politik yang dibungkus oleh identitas dari Pak Denny sebagai akademisi. Ini tak boleh dilakukan," tegasnya.
"Mahkamah konstitusi harus menanggapi apa yang disampaikan Denny Indrayana tersebut," sambung Hasto.
Beberapa waktu lalu, Denny Indrayana mengklaim dapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke coblos partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya.
Baca juga:
Namun, MK justru memutus menolak gugatan sistem pemilu pada hari ini, Kamis, 15 Juni. Keputusan ini dibacakan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
"Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo....Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," kata Anwar Usman di sidang yang digelar Kamis, 15 Juni.
"Menolak permohonan provisi para pemohon. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya."
Gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait dengan sistem proporsional terbuka ke tertutup di MK dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 diajukan pada 14 November 2022. Ada enam orang yang mengajukan permohonan.
Keenam orang tersebut yakni Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).