Tak Semua Anggota DPR Berperilaku 'Korupsi Bawah Meja' Seperti Tudingan Mahfud MD
JAKARTA - Memang masih ada anggota DPR yang terseret pusara korupsi. Tapi mencap lembaga legislatif ini semuanya melakukan korupsi di bawah meja, rasanya tidak elok juga.
Menko Polhukam Mahfud MD memang baru-baru ini mengeluarkan pernyataan kalau marak terjadi transaksi di bawah meja sejumlah instansi negara, termasuk DPR. Hal ini menyusul makin menjadi-jadinya korupsi di Indonesia.
“Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD kurang bijaksana karena seakan-akan menggeneralisir seluruh anggota DPR RI terkait kasus korupsi dengan menyatakan adanya conflict of interest di DPR dan menyebabkan terjadinya transaksi di bawah meja,” kata Analis Komunikasi Politik, Silvanus Alvin, Senin 12 Juni.
Fakta bahwa ada oknum di DPR yang melakukan tindak pidana korupsi memang tidak bisa dibantah. Meski begitu, menurut Alvin, penting diingat di DPR terdiri dari banyak anggota yang memiliki latar belakang dan motivasi yang berbeda.
Alvin menambahkan, tidak bisa dikesampingkan pula masih ada anggota DPR yang memanfaatkan posisinya untuk membantu rakyat. Ia menilai, masih cukup banyak anggota DPR yang secara aktif bekerja mewakili kepentingan masyarakat, mengawal kebijakan publik, dan melakukan legislasi yang progresif.
“Walaupun ada berbagai kasus korupsi di DPR yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan publik, tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa masih ada anggota DPR yang bekerja secara jujur,” tutur Alvin.
“Sehingga tidak adil untuk menggeneralisir semua anggota DPR berdasarkan tindakan beberapa individu yang terlibat dalam korupsi atau makelar kasus,” lanjut dia.
“Alangkah lebih baik bila pejabat Negara bisa objektif melihat hal positif maupun hal negatif dari DPR. Kita tidak bisa pungkiri kebijakan-kebijakan pro-rakyat Pemerintah tidak bisa berjalan tanpa adanya dukungan dari DPR sebagai lembaga representasi rakyat,” sebut Alvin.
Baca juga:
Lulusan Master University of Leicester Inggris itu pun mengatakan, mendiskreditkan DPR secara keseluruhan berarti juga mendiskreditkan institusi demokrasi di Indonesia. Alvin mengatakan, akan ada dampak negatif dari hal tersebut.
“Menyimpulkan DPR buruk dapat berimplikasi pada rusaknya kepercayaan publik dan dapat berpengaruh para proses demokrasi. Di Pemilu misalnya, bisa saja ada potensi publik jadi enggan untuk menggunakan hak suara mereka,” terangnya.
Di sisi lain, menggeneralisasikan DPR sebagai instansi yang mudah melakukan transaksi di bawah meja juga dinilai tidak mengedepankan prinsip objektivitas dalam hukum. Padahal, Alvin mengatakan, Mahfud MD sebagai pakar sudah memahami betul prinsip-prinsip dalam hukum yang harus dijunjung tinggi.
“Memberi cap DPR secara keseluruhan sebagai korup atau tidak bermoral adalah tindakan yang tidak adil dan melanggar prinsip praduga tak bersalah,” sebut Alvin.
“Hanya karena beberapa anggota DPR terlibat dalam tindakan korupsi atau perilaku buruk, tidak berarti semua anggota DPR harus dianggap demikian,” imbuhnya.
Ditambahkan Alvin, edukasi politik yang tepat kepada masyarakat dan sikap menghargai lembaga-lembaga negara harus dimiliki pejabat Negara.
"Tanpa ada pernyataan negatif yang memancing kecurigaan saja, opini publik yang salah mudah sekali terbentuk. Jadi pernyataan publik itu harus dipertanggungjawabkan agar tidak mengakibatkan pandangan negatif kepada seluruh anggota DPR,” ungkap Alvin.
Menyoroti masalah dan menyuarakan kritik yang konstruktif memang merupakan bagian penting dari upaya memperbaiki sistem dan menjaga akuntabilitas. Hanya saja, diingatkan Alvin, sebaiknya jangan sampai kritik tersebut kemudian membuat semua pihak menutup mata terhadap hal-hal positif yang sudah dilakukan anggota DPR.
“Dalam hal ini, bila Pak Mahfud mengantongi nama-nama anggota DPR yang nakal, penyampaian dan prosesnya bisa dilakukan sesuai mekanisme,” imbau dia.
Alvin menilai, Mahfud akan lebih elegan apabila menyampaikan kritik yang membangun, ketimbang menyerang dengan menggeneralisasikan korupsi di DPR.
“Cara tersebut lebih terhormat. Dan tentu publik akan senang kalau Negara ini tenang tanpa gonjang ganjing yang tidak perlu,” ujarnya.
“Dan harus diingat, kontroversi politik yang sedemikian rupa juga bisa berdampak pada iklim investasi yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian di Tanah Air,” tutup Alvin.