Perlu Ada Solusi Jangka Pendek Atasi Risiko Polusi Udara Pada Anak
JAKARTA - Kualitas udara di sejumlah wilayah di Indonesia beberapa waktu terakhir dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Komisi IX DPR meminta Pemerintah menyiapkan solusi terhadap ancaman kesehatan akibat polusi udara, khususnya pada anak.
Seperti diketahui, polusi udara dapat memicu gangguan kesehatan baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk jangka pendek misalnya, kualitas udara yang buruk dapat memicu infeksi pernapasan akut.
Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina mendorong Pemerintah menyiapkan solusi jangka pendek untuk mengatasi polusi udara terhadap anak. Ia menekankan, anak dan lansia menjadi korban paling rentan menderita penyakit akibat kualitas udara yang buruk.
"Dampak kualitas buruk pada kesehatan anak bisa sangat mengkhawatirkan. Anak-anak yang kurang daya tahan tubuhnya bisa dengan mudah terjangkit penyakit. Termasuk juga bagi lansia dan orang yang memiliki komorbid,” kata Arzeti, Rabu 7 Juni.
Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan menyadari Pemerintah tengah menyiapkan solusi jangka panjang dalam upaya perbaikan kualitas udara dengan menggencarkan program kendaraan listrik guna mengurangi polusi. Meski begitu, Arzeti menilai harus ada upaya jangka pendek di sektor kesehatan dalam menghadapi ancaman kualitas udara yang buruk.
“Ancaman polusi udara meningkatkan risiko infeksi pernafasan akut seperti ISPA dan pneumonia. Dan kita tidak bisa menutup mata polusi udara bisa berdampak pada risiko penyakit jantung dan kanker untuk jangka panjang. Ini harus menjadi perhatian serius,” jelas Arzeti.
Ditambahkannya, persoalan kesehatan tidak bisa menunggu pencapaian program-program jangka panjang Pemerintah, apalagi untuk kelompok rentan seperti anak. Arzeti pun menyoroti banyaknya laporan mengenai anak-anak yang belakangan gampang terkena penyakit.
"Anak-anak akhir-akhir ini mudah terserang batuk dan flu. Tidak sedikit juga yang terkena ISPA. Tentunya harus diwaspadai karena menurut WHO, ISPA menjadi penyebab utama angka kematian akibat penyakit menular di dunia,” ungkapnya.
Arzeti juga menyoroti laporan WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan polusi udara membunuh sekitar tujuh juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Dalam laporan yang sama disampaikan, sekitar 9 dari 10 orang di dunia menghirup udara yang buruk.
Baca juga:
- Kualitas Udara Jakarta Disebut Tak Hanya karena Kendaraan Bermotor, Tapi juga Pembakaran Sampah Warga
- Kualitas Udara Jakarta Masih Masih Buruk, PSI Nilai Promosi Kendaraan Listrik dari Formula E Saja Tak Cukup
- Wamenhan Respons Proposal Prabowo: Kita Ingin Rusia-Ukraina Damai
- Kualitas Udara Jakarta Buruk, Pemprov DKI Andalkan Solusi Uji Emisi
Sementara sebanyak 93 persen dari 268 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah dengan tingkat polusi tahunan rata-rata melebihi batas yang ditetapkan WHO. IQAir mencatat indeks kualitas udara atau air quality index (AQI US) DKI Jakarta memiliki poin 156 dan menjadikan ibu kota Indonesia tersebut berada di peringkat kelima terburuk di dunia.
Menurut acuannya, AQI US pada rentang 0-50 berarti kualitas udara baik, sementara rentang 51-100 berarti kualitas udara sedang, dan rentang 101-150 kualitas udara tidak sehat bagi kelompok rentan, salah satunya terhadap anak.
Selanjutnya, kualitas udara tidak sehat memiliki rentang 151-200, kualitas udara sangat tidak sehat berada di rentang 201-300, dan kualitas udara berbahaya memiliki rentang lebih dari 301. Melihat data tersebut, Arzeti mengingatkan partikel-partikel beracun yang terkandung dalam polusi udara berat dapat dengan mudah masuk ke dalam saluran pernapasan anak-anak.
“Jadi penanganan jangka panjang dalam menghadapi polusi udara tidak cukup. Harus ada aksi nyata secara efektif menghadapi dampak kualitas udara yang buruk. Ini harus segera karena menyangkut kesehatan anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa,” imbau Legislator dari Dapil Jawa Timur I tersebut.
Bila dirinci, penyebab utama polusi udara dikarenakan tingkat emisi kendaraan tinggi, banyak mobilitas, dan arus kendaraan konstan yang semuanya itu membuat kabut asap menggantung di atas kota. Selain itu, kemandekan udara di musim kemarau juga turut mempengaruhi kualitas udara.
Arzeti pun mengingatkan, polusi udara juga dapat terjadi dari dalam rumah akibat pembakaran rumah tangga. Untuk itu, ia mendorong Pemerintah memperbanyak edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya polusi udara, khususnya bagi orangtua yang memiliki anak kecil.
“Edukasi seperti ventilasi dapur harus tertata baik. Jangan sampai asap masak di dapur masuk ke kamar anak-anak setiap hari tanpa kita sadari. Selalu ingatkan anak-anak untuk cuci tangan. Jauhkan anak dari asap rokok," tegas Arzeti.
Lebih lanjut, ibu tiga anak ini menilai Pemerintah harus semakin menggalakkan program-program pemberian imunisasi anak. Menurut Arzeti, penting sekali orangtua memberikan imunisasi tepat waktu kepada anak-anaknya guna meningkatkan daya tahan tubuh serta mengurangi ancaman dari virus dan polusi udara.
"Pastikan knalpot kendaraan bermotor diperhatikan karena asapnya berbahaya bagi pernapasan anak. Melindungi anak-anak dari dampak polusi udara adalah investasi kita bersama," imbuhnya.
Selain itu, orangtua diminta memastikan anak-anak menggunakan masker pelindung, terutama saat berada di luar rumah atau ketika berkendara. Hal ini, kata Arzeti, dapat membantu mengurangi risiko kesehatan yang ditimbulkan dari polusi udara.
"Kita sebagai orangtua juga harus mengingatkan anak betapa pentingnya menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan. Selain itu penggunaan masker saat menggunakan kendaraan juga penting bagi anak," terangnya
Arzeti mengatakan, peran Pemerintah dalam memasifkan edukasi akan bahaya polusi udara bagi anak sangat diperlukan. Sosialisasi yang baik dinilai akan meningkatkan kesadaran orangtua terhadap kesehatan anak sekaligus menambah wawasan masyarakat.
"Menyadari betapa pentingnya perlindungan anak-anak dari dampak polusi udara sangat urgent. Kami di DPR mendorong Pemerintah dan masyarakat untuk mengambil tindakan yang segera," ucap Arzeti.
Komisi IX DPR juga menilai, menangani kualitas udara yang memburuk tak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Arzeti menyebut, perlu ada kerja sama dari setiap elemen bangsa untuk mengupayakan agar udara kembali bersih dan sehat, termasuk dari masyarakat sendiri.
"Tentunya DPR berkomitmen mendukung program pengurangan emisi polusi dari kendaraan bermotor, pemanfaatan energi terbarukan, dan peningkatan pengawasan industri yang berpotensi mencemari udara,” katanya.
“Namun kami juga meminta ada solusi jangka pendek yang komprehensif dalam menangani ancaman polusi udara dari sisi kesehatan, sekaligus berkesinambungan dengan kesadaran dari masyarakat yang pastinya akan membantu memulihkan kondisi udara kita,” tutup Arzeti.