Kecerdasan Buatan Jadi Ancaman untuk Peran Guru, Benarkah?

JAKARTA - Pesatnya perkembangan teknologi generasi 4.0, yang salah satunya ditandai dengan kehadiran Kecerdasan Buatan (artificial intelligence/AI), menimbulkan kekhawatiran di berbagai bidang. 

Di pasar tenaga kerja, misalnya, ada kekhawatiran industri 4.0 akan menurunkan atau bahkan menghilangkan permintaan beberapa jenis pekerjaan karena tergantikan oleh mesin maupun AI.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, dalam kajian terbarunya, menyatakan ada potensi 23 juta orang terancam kehilangan pekerjaan pada 2030 sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan digitalisasi. 

Kondisi ini perlu disikapi dengan upaya pengembangan keterampilan serta kompetensi baru agar pekerja dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena itulah, sektor pendidikan memiliki peran penting dalam menyiapkan generasi yang mampu mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman. Tapi di sisi lain, bidang pendidikan juga menghadapi ancaman dengan adanya kehadiran kecerdasan buatan.

“Ada kekhawatiran, pada suatu saat nanti, kecerdasan buatan akan menggantikan peran guru atau dosen,” kata Dekan Sekolah STEM Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Stevanus Wisnu Wijaya, dalam keterangan yang diterima pada Jumat, 19 Mei. 

Namun, menurutnya, kekhawatiran ini bisa disikapi secara positif. Dengan tidak melihat kehadiran AI sebagai sebuah ancaman, tetapi sebagai sebuah kesempatan untuk mendukung proses pendidikan.

Salah satu manfaat kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan, kata Wisnu, adalah dengan menjadikan AI sebagai sumber pengetahuan untuk membangun inovasi baru. Jika dimanfaatkan dengan baik, AI bisa menghadirkan pengalaman belajar yang lebih baik dan menarik bagi siswa. 

Dengan demikian, para siswa akan terdorong untuk menjadi lebih kreatif yang pada akhirnya bisa turut berperan dalam perkembangan teknologi itu sendiri, dengan menjadi co-creator dan inovator teknologi-teknologi baru.