Indonesia Bangun Industri Gula Terintegrasi di Lahan Rawa, Ini Tujuannya

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mendorong peningkatan produktivitas dan pengembangan industri gula, terutama melalui konsep terintegrasi dengan perkebunan tebu, baik di wilayah dataran tinggi maupun lahan rawa.

Langkah ini dilakukan guna mengakselerasi pemenuhan kebutuhan gula yang kian meningkat, baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun bahan baku bagi sejumlah sektor industri penggunanya.

Indonesia diketahui berpotensi untuk mengembangkan perkebunan tebu di lahan rawa, salah satunya yang berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, yang mana ini menjadi perkebunan pertama di Indonesia yang berada di lahan rawa.

"Perkebunan ini dikembangkan oleh PT Pratama Nusantara Sakti (PT PNS) sejak 2009," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika melalui keterangan tertulis, Jumat, 19 Mei.

Kemenperin mengapresiasi upaya dan keberhasilan yang dicapai oleh PT PNS dalam pengembangan industri gula terintegrasi dengan perkebunan tebu di lahan rawa.

PT PNS melakukan penanaman tebu pertama kali pada 2013 dan sampai 2022 telah menanam seluas 11.400 Ha, termasuk program kemitraan seluas 211 Ha yang melibatkan sekitar 133 kepala keluarga.

Tanaman tebu di lahan rawa ternyata di atas rata-rata produktivitas tanaman tebu nasional, yaitu mencapai 100 ton/Ha.

Perusahaan itu telah menyelesaikan pembangunan pabrik gula dengan kapasitas 6.000 ton cane per day (TCD) dan melakukan commissioning pada 2020.

Produksi gula secara komersial dari tanaman tebu dimulai pada 2021.

Kemudian, PT PNS telah siap menambah investasi untuk meningkatkan kapasitas giling menjadi 12.000 TCD dengan upaya-upaya pembukaan lahan baru dan pengembangan kemitraan penanaman tebu menjadi 25.000 Ha.

"PT PNS adalah perusahaan pionir yang telah menyulap pemanfaatan lahan rawa menjadi perkebunan tebu produktif di Indonesia, yang mana PT PNS telah berhasil melakukan alih fungsi lahan rawa (lahan marjinal) yang tidak produktif menjadi lahan produktif untuk penanaman tebu," ujar Putu.

Menurut Putu, usaha pemanfaatan rawa sebagai lahan produksi gula tebu masih menghadapi beberapa kendala yang menyebabkan Harga Pokok Produksi (HPP) gula menjadi tinggi, seperti biaya transportasi yang tinggi untuk transportasi sarana dan prasarana yang meliputi alat, pupuk, dan batu bara.

Sementara itu, Direktur Pendukung Bisnis PT PNS Isman Hariyanto membenarkan, bahwa sarana transportasi menjadi salah satu penunjang utama dalam meningkatkan daya saing produk gula PT PNS.

Saat ini, akses menuju Tol Kayu Agung dari Dusun Waduk Gajah Mati atau luar area PT PNS sekitar 225 KM, yang mana sebagian besar telah dibangun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemerintah Kabupaten OKI.

"Diharapkan, pembangunan sisa jalan dapat dilanjutkan untuk meningkatkan akses dan kemudahan transportasi baik untuk masyarakat dan industri," ungkap Isman.

Ke depan, PT PNS berkomitmen mendukung program pemerintah untuk menjadi role model dalam pemanfaatan lahan rawa menjadi perkebunan tebu.