Rasionalitas Penahanan dalam Kasus Lucinta Luna Lewat Pendekatan kesehatan
JAKARTA - Tertangkapnya Lucinta Luna menambah daftar panjang masalah artis yang terjerat dengan narkoba. Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) memandang persoalan pemakaian narkotika seharusnya menggunakan kacamata kesehatan, bukan hanya bentuk hukuman dalam pidana.
Sebelumnya Polres Metro Jakarta Barat menangkap orang yang dikenal sebagai "selebgram" Lucinta Luna Selasa lalu (11/2). Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah hasil tes urine miliknya positif mengandung psikotropika.
Bukti itu diperkuat dengan ditemukannya tujuh butir Tramadol dan lima butir Riklona yang termasuk golongan psikotropika, dan tiga pil ekstasi (narkotika golongan I).
Polisi mengatakan Lucinta Luna akan ditahan di sel khusus Polda Metro Jaya. Kabarnya kepolisian akan menahannya selama 20 hari kedepan dan mungkin akan diperpanjang jika diperlukan.
Baca juga:
Direktur LBHM Ricky Gunawan menilai tindakan yang dilakukan kepolisian justru kontradiktif dengan upaya mendukung pemulihan seorang pemakai narkotika. Seharusnya kepolisian mengedepankan pendekatan kesehatan.
Karena hal itu juga bisa dilihat dari pengakuan Lucinta Luna sendiri yang bilang bahwa alasan ia menggunakan narkotika adalah untuk menghilangkan depresi. Lucinta Luna mengaku bahwa ia sulit mengontrol emosi. Ada indikasi ia beberapa kali mencoba bunuh diri.
"Sejak awal, Polres Jakbar harusnya dapat melibatkan tenaga kesehatan, seperti psikiater atau psikolog; dan segera mendiversi Lucinta Luna ke fasilitas layanan kesehatan," kata Ricky kepada VOI, Jumat, 14 Februari.
Menurut Ricky pengalihan jalur dari pidana ke kesehatan ini bertujuan agar Lucinta Luna tetap dapat melanjutkan akses kesehatannya, baik untuk perkara pemakaian narkotika maupun kesehatan jiwanya.
Tidak bisa dipungkiri, penangkapan Lucinta Luna tentu saja akan mengundang pemberitaan media yang sensasional dan mengusik privasi yang bersangkutan. Ditambah lagi Polres Jakbar semakin merunyamkan situasi dengan membeberkan fakta yang sama sekali tidak berkaitan dengan pokok perkara, seperti identitas pasangan Lucinta Luna.
"Beberan fakta di atas menunjukkan bahwa pendekatan pidana yang kepolisian gunakan hanya memperkeruh stigma terhadap pengguna narkotika, orang yang memiliki masalah kejiwaan, dan kelompok transgender," ungkap Ricky.
Ia juga berpendapat bahwa polisi memukul rata para pengguna narkotika yang sebenarnya memiliki beragam latar belakang menjadi hanya satu identitas, yakni sebagai penjahat.
"Sudah waktunya kepolisian menghentikan penggunaan cara-cara yang punitif dalam mengatasi permasalahan pemakaian narkotika, dan mengedepankan pendekatakan kesehatan yang humanis," pungkasnya.
Pemasok Narkoba ke Lucinta Luna
Pengembangan perkara penyalahgunaan narkotika yang menjerat Lucinta Luna mulai mendapatkan temuan baru. Pemasok obat-obatan telarang terlarang, IF alis FLO, diketahui menggunankan resep dokter resmi untuk mendapatkan Riklona dan Tramadol.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, jika resep obat keras itu didapat dari salah satu dokter yang ada di rumah sakit di Jakarta. Akan tetapi, belum diketahui bagaimana cara IF alias FLO bisa mendapatkan resep dokter tesebut.
"Kita dalami darimana dapat Rikolna, (pengakuan IF alias FLO) memang resep dari dokter dari salah satu rumah sakit di Jakarta," ucap Yusri di Jakarta.
Dari pemeriksaan pun diketahui jika IF alias FLO sudah tiga kali memasok obat-obat telarang kepada Lucinta Luna. Bahkan, dari pengakuannya, obat yang diberikan kepada selebgram itu tak hanya satu jenis. Melainkan, sesuai dari resep yang didapatnya.
Selain itu, kepada penyidik, IF alias FLO juga mengaku obat-obatan yang diberikan kepada Lucinta Luna diperuntukan agar bisa tertidur nyenyak dan menghilangkan depresi.
Meski demikian, penyidik tetap menyatakan tindak IF alias FLO dan Lucinta Luna adalah pelanggran hukum lantaran penggunaan obat keras harus dalam pengawasan dokter.
"Jelas ada pelanggaran, diberikan bukan cuma-cuma karena kan harus resep dokter ini termasuk obat keras," tegas Yusri.
Dari pemesanan obat terlarang itu, IF alias FLO mendapat upah sekitar Rp500 ribu dari Lucinta Luna. Bahkan, ketika ditangkap, polisi menemukan belasan butir Riklona dari kediamanya. Sehingga, ada dugaan jika ia juga memasok ke orang lain.
Hanya saja, untuk memastikan dugaan tersebut, penyidik sedang mendalami keterangan dari IF alias FLO, termasuk akan memeriksa dokter yang memberikan resep obat kerasa itu.
"Dokter yang memberikan atau mengeluarkan resep akan kami periksa juga untuk mendalami berberapa hal," ungkap Yusri
Selain itu dari hasil pemeriksaan juga mengungkap jika IF alias FLO juga merupakan transgender. Ia merupakan seorang pria yang merubah identitasnya menjadi perempuan.
Tak jauh berbeda dengan Lucinta Luna, IF alias FLO juga telah diakui negara sebagai seorang perempuan. Bahkan, permohonan perubahan identitas itu sejak beberapa tahun lalu ke Pengadilan Negeri Sumedang.
"Sekitar tahun 2015, pengadilan menerima permohonan perubahan identitas dari yang bersangkutan. Sehingga, dia merupakan perempuan yang diakui negera," ungkap Yusri.