Mau Jadi Pejabat Negara, Syarat Pertama Harus Siap Terima Kritik
JAKARTA - Banyaknya masyarakat yang diperkarakan akibat mengkritik pejabat negara maupun kebijakan Pemerintah membuat masyarakat gerah. Meski begitu, masih ada sejumlah pejabat negara yang tidak anti-kritik.
“Secara keseluruhan, menerima kritik adalah bagian penting dari peran pejabat negara sebagai pemimpin publik,” kata Analis Komunikasi Politik, Silvanus Alvin, Rabu (26/4/2023).
Alvin menyebut, masyarakat dan pejabat negara bisa belajar dari ramainya kasus kritikan TikToker bernama Bima Yudho Saputro terhadap Provinsi Lampung terkait pembangunan yang buruk. Akibat videonya yang viral, Bima mengaku mendapat ancaman hingga orangtuanya diintimidasi. Ia juga dilaporkan ke polisi atas dugaan tuduhan ujaran kebencian, walaupun akhirnya kasus hukum tersebut tidak berlanjut.
Menurut Alvin, pejabat atau penyelenggara negara seharusnya terbuka terhadap kritikan karena dapat memperkuat hubungan mereka dengan masyarakat. Dengan menunjukkan bahwa mereka mendengarkan masukan dan kritik dari masyarakat, pejabat dinilai dapat membangun kepercayaan dengan rakyat serta mengkomunikasikan bahwa mereka memprioritaskan kepentingan publik di atas kepentingan mereka sendiri atau kelompok tertentu.
“Dalam konteks ini, Puan Maharani sudah menunjukkan serta membuktikan dirinya tidak anti-kritik. Ia menyadari masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki, karena tidak ada manusia yang sempurna,” tutur Alvin.
Penulis buku ‘Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa’ tersebut melihat Puan selalu menanggapi kritikan yang dilontarkan kepadanya dengan elegan. Sebab, kata Alvin, Puan tidak represif menanggapi banyaknya kritikan terhadap dirinya.
“Berbagai kritik yang ditujukan kepada Puan tidak pernah direspons secara emosional dan agresif. Sejauh yang saya tahu belum ada yang dipolisikan atau dibawa ke meja hijau secara personal oleh Puan,” sebut Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu.
Alvin mengingatkan, pejabat negara bertanggung jawab untuk melayani masyarakat dan memenuhi kepentingan publik. Puan dinilai menjadikan kritikan yang diperolehnya sebagai bentuk masukan dari masyarakat.
“Sangat penting bagi pejabat untuk menerima kritik dari masyarakat dan mendengarkan masukan yang diberikan,” ungkap Alvin.
“Dan pejabat negara tidak bisa melihat kritik dari satu sisi saja. Dalam kaitan Ilmu Komunikasi, terdapat level edukasi seseorang maupun variable lainnya yang tidak terukur yang dapat menjadi dasar penyusunan kritik,” sambungnya.
Melihat kasus viralnya kritik Bima untuk Pemprov Lampung, Alvin menilai bisa saja kritik dikeluarkan karena terbawa emosi. Dalam videonya, Bima memang tampak meluapkan rasa kesalnya karena kurangnya pembangunan di Lampung sehingga merugikan masyarakat, khususnya dalam hal infrastruktur jalanan.
Baca juga:
- Libur Panjang Selesai, Puan Minta Pemerintah Waspadai Lonjakan Kasus COVID-19
- Sudah Terbukti, Sepak Terjang Puan Maharani Dinilai Mampu Menangkan Ganjar di Pilpres 2024
- Ganjar Ungkap Kontrak Politiknya dengan Megawati, Apa Saja?
- Puan Maharani Dinilai Punya Kredibilitas, Berpengalaman dalam Pertarungan Politik
“Bisa saja, karena dalam situasi terhimpit dan emosional, maka kritik tanpa sadar tidak disusun secara santun. Pejabat seharusnya tetap bisa merespons dengan tenang dan mencari core permasalahannya,” ujarnya.
Menurut Alvin, kritik dapat membantu pejabat negara memperbaiki keputusan atau tindakan mereka, serta melihat situasi lebih jernih.
“Tidak mungkin ada asap tanpa ada api. Kecil kemungkinan orang memberi kritik tanpa ada suatu masalah. Selain itu, kritik juga dapat membantu menghindari kesalahan dan menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan,” papar Alvin.
Lebih lanjut, pejabat negara diminta memahami era digital sebagai lahan baru bagi publik. Meski begitu, Alvin menyayangkan tidak semua orang memiliki atau memahami literasi digital yang sangat penting di era digital ini.
“Hal tersebut diperparah dengan adanya unsur anonimitas pengguna media sosial.
Ketika seseorang memiliki literasi digital yang baik, ia mampu memahami bahwa komentar negatif dapat memiliki dampak besar pada orang lain dan masyarakat,” urai lulusan master University of Leicester Inggris tersebut.
Alvin mengajak masyarakat untuk dewasa dalam bermedia sosial. Karena terlepas dari viralnya kritikan terhadap Pemprov Lampung yang dapat banyak dukungan netizen itu, tak sedikit pula pejabat publik yang kerap dituding atau dikritik tanpa data valid.
“Orang yang tidak terampil dalam literasi digital cenderung tidak mempertimbangkan sumber informasi dan fakta yang relevan, sehingga mungkin membuat komentar yang tidak akurat atau tidak masuk akal,” terang Alvin.
Terkait hal ini, Puan diketahui kerap menerima tudingan atau kritikan yang tidak sesuai fakta. Alvin pun memuji sikap cucu Bung Karno tersebut yang tetap tenang dan lebih berfokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara.
“Sejauh ini, apa yang dilakukan oleh Puan sudah tepat, fokus pada program kerja dan bukan defensif meladeni kritik. Tidak meladeni kritik juga bukan berarti tidak mendengar kritik,” tutupnya.