DJKI Rangkul Sejumlah Pihak Bahas Tata Kelola Royalti Lagu dan Musik

JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) merangkul sejumlah pihak untuk duduk bersama membahas tata kelola royalti lagu dan/musik.

"Diskusi kali ini melibatkan perwakilan pemberi kuasa di Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), komisioner dan dewan pengawas LMKN, kuasa hukum dan lainnya. Kami sepakati bahwa berbagai permasalahan royalti bisa dikomunikasikan secara terbuka," ujar Ketua LMKN Dharma Oratmangun usai diskusi publik mengenai tata kelola royalti lagu dan/musik, Kamis, dikutip Antara.

Dharma mengatakan diskusi tersebut bertujuan memberikan pemahaman kepada publik mengenai tata kelola royalti sekaligus sebagai sosialisasi aturan-aturan yang ditentukan dan telah berjalan.

"Dari diskusi tadi, kami masih menemukan ada beberapa hal yang butuh penyamaan persepsi dan perbaikan-perbaikan untuk ke depan. Kami juga akan berupaya mengusulkan adanya perubahan terbatas mengenai undang-undang tentang Hak Cipta di Indonesia," kata Dharma.

Dalam kesempatan tersebut, Dharma berharap semua pihak mau bergandengan tangan untuk mensosialisasikan ketaatan hukum menggunakan lagu dalam ranah komersial kepada seluruh pemangku kepentingan.

"Penggunaan lagu secara komersial baik untuk mechanical maupun performing rights, wajib membayar royalti. Mekanisme pembayarannya telah diatur dalam sistem perundang-undangan. Jadi, mari berbesar hati dan memberikan kesempatan kepada pelaku seni untuk berkarya dan dihargai agar melahirkan maestro-maestro hebat," terangnya. Penggawa band Dewa 19, Ahmad Dhani, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menyambut baik upaya LMKN untuk menghadirkan Sistem Administrasi Pelisensian Online yang dapat diakses melalui www.lmknlisensi.id.

Dia berharap tidak ada lagi penyelenggara acara atau event organizer (EO) yang melaksanakan kegiatan pertunjukan musik tanpa izin dari pihak yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikat lisensi yaitu LMK.

"Sebenarnya dari dulu pun EO yang menggelar pertunjukan tanpa izin, sudah melanggar hukum. Tetapi kami ingin tegaskan dan sosialisasikan kepada pelaku usaha hiburan, bahwa tanpa ada sertifikat dari LMK berarti EO telah melanggar hukum Hak Cipta dan bisa dilaporkan ke polisi," jelasnya.

Dia juga mengatakan bahwa kini proses perizinan untuk mendapatkan sertifikat lisensi menjadi lebih mudah karena sistem daring memungkinkan setiap EO dari manapun untuk mendaftarkan kegiatannya.

"Ini seperti yang kami harapkan karena di Malaysia atau Singapura, sistemnya sudah seperti itu. Alhamdulillah, Indonesia kini sudah jadi bagian sistem dunia. Kami juga berharap kepolisian menjadikan hal ini sebagai syarat izin," kata Dhani.