Mencari Skema Pengelolaan Limbah WNI yang Dikarantina Natuna
JAKARTA - Sebanyak 238 WNI dievakuasi dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Semuanya sedang menjalani masa karantina selama 14 hari di Hanggar Lanud Raden Sadjad Ranai, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Pada masa karantina ini, mesti juga dipikirkan soal limbah medis yang dihasilkan selama observasi. Limbah medis yang dihasilkan dari masa observasi ini, salah satu di antaranya adalah masker. Sebab, pemakaian masker ini diganti baru setiap harinya.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Anung Sugihantono menjelaskan, pemerintah akan melakukan sejumlah tahap untuk pengelolaan limbah di lokasi observasi. Pertama, Limbah yang ada di sana, dimasukkan ke autoclave untuk membunuh bakteri maupun virus. Walaupun autoclave itu tidak menggunakan suhu maksimal, namun dianggap aman.
"Suhunya memang enggak maksimal, tapi aman. Maksudnya sudah tidak ada kontaminan lain. Setelah dari autoclave baru dimasukkan tas hitam, nanti dihancurkan di rumah sakit yang degeneratornya punya suhu yang lebih tinggi," jelas Anung, di Gedung Balitbangkes, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Februari.
Selanjutnya, untuk limbah cair, kata Anung, langkah yang diambil adalah disinfeksi. Sedangkan limbah lain seperti sampah kecil, tisu habis makan, dan lainnya akan dikumpulkan jadi satu dan diberi disinfektan. Kemudian benda tersebut dikubur dengan kedalaman tertentu di lingkungan hanggar sehingga kontaminan-kontaminannya sudah tidak ada lagi.
Meskipun hingga saat ini kondisi para WNI di Natuna dikabarkan baik, tidak menutup kemungkinan ada paparan virus daru limbah masker dan sampah yang mereka gunakan.
Anung mengatakan, Kemenkes sudah punya langkah yang disiapkan. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan pasti untuk hal itu.
"Limbah itu kan idealnya dibakar dengan suhu di atas 100 derajat celsius, tapi ini belum terlalu konkret. Kami sekarang terus mengikuti perkembangan ilmunya tapi sekaligus juga menyiapkan kondisi-kondisi yang mungkin terjadi dan dilakukan di Indonesia. Jadi saya belum ada keputusan akan dibakar atau gimana," jelasnya.
Baca juga:
Usulan daur ulang limbah
Peneliti Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra menuturkan, sebetulnya ada cara lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk penanganan limbah dari hasil observasi WNI di Natuna, yaitu dengan daur ulang.
"Di autoclave itu kan sampahnya nanti tatap ada. Perlu di daur ulang, jadi dikumpulkan mungkin sesuai prosedur di rumah sakit. Itu sangat mungkin dilakukan," jelas Sugiyono, saat dihubungi VOI.
Lanjut Sugiyino, begitu pula dengan upaya penguburan setelah diberi disinfektan, hal itu memungkinkan limbah sulit terurai, apalagi kalau ada plastiknya.
"Cara lainnya ya didaur ulang. Sesuai dengan prosedur limbah medis. Seperti sama dengan limbah rumah sakit, ada prosedurnya," ucapnya.
Namun, tidak semua limbah hasil observasi ini dapat didaur ulang. Salah satunya, masker bekas pakai. Sebab, menurut Sugiyono, virus ataupun bakteri bisa bertahan di benda mati dalam beberapa waktu. Meskipun tidak dapat hidup dan berkembang karena berada di luar sel hidup.
"Dia tidak bisa hidup di benda mati, tetapi bisa bertahan. Bisa menularkan. Virus atau bakteri ini bisa hidup ketika dia menemukan sel inang, dia bisa berkembang. Di luar sel hidup, virus ini bisa bertahan sesaat. Tetapi kalau di sel hidup dia bisa berkembang," jelasnya.
Sugiyono menjelaskan, setiap jenis virus memiliki daya tahan yang berbeda. Jika berkaca pada kasus SARS dan MERS, virus tersebut bisa bertahan selama tiga hari di benda mati. Namun, untuk corona virus yang dari Wuhan, China belum diketahui daya tahan virus ini di luar sel hidup.
Meski dapat bertahan di benda mati atau bertahan di luar sel hidup, kata Sugiyono, ada faktor lain yang dapat menyebabkan daya tahan virus hilang, salah satunya paparan sinar ultraviolet.
"Kalau suhunya tinggi dia juga akan lebih rentan untuk mati. Jadi dia (virus) akan lebih bertahan (di luar sel hidup) dalam kondisi yang dingin. Seperti di Wuhan itu kan dingin," jelasnya.
Menurut Sugiyono, virus atau bakteri yang terdapat pada limbah memang dapat menular ke manusia. Namun, jika pembuangan limbah itu dilakukan sebelum menjalani autoclave ataupun diberi disinfektan.
"Kalau belum didisinfeksi atau diautoclave ya kemungkinan ada bakteri atau virus. Tapi limbah yang sudah melalui tahapan keduanya sudah sangat minimal (potensi bahayanya). Karena virus itu memang sangat sensitif," ucapnya.
WNI di Natuna berstatus negatif corona virus. Artinya, kata Sugiyono, untuk menularkan virus melalui limbah tidak ada. Namun, limbah yang sudah ditangani dengan baik dan sudah melalui tahap autoclave maupun disinfektan virus atau bakteri, tidak bisa menularkan apa-apa.
"Jadi masyarakat di Natuna tidak perlu khawatir kalau limbahnya sudah melalui autoclave maupun disemprotkan disinfeksi," jelasnya.