BRIN: Perubahan Iklim Sebabkan Musim Hujan Lebih Panjang di Indonesia
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan fenomena perubahan iklim telah menyebabkan musim hujan menjadi lebih panjang di Indonesia.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Erma Yulihastin mengatakan perubahan klimatologis itu telah terjadi selama hampir dua dekade terakhir pada periode tahun 2001 sampai 2019.
"Durasi musim hujan lebih panjang di beberapa wilayah selatan di Indonesia, di antaranya Sumatera Selatan dan Kalimantan dan sebagian wilayah di selatan Pulau Sulawesi selama 49 hari. Sementara, di Lampung dan bagian barat Pulau Jawa durasi musim hujan berlangsung lebih panjang 12 hari," kata Erma dilansir ANTARA, Kamis, 30 Maret.
"Hari-hari kering mengalami peningkatan selama musim hujan untuk wilayah selatan Indonesia," katanya.
Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN membangun model prediksi musim Decision Support System (DSS) Kamajaya.
Kamajaya merupakan aplikasi sistem kajian awal musim jangka madya berbasis model atmosfer. Data yang dihasilkan Kamajaya kemudian dikembangkan untuk mendukung riset atmosfer maupun aplikasinya.
Pada Januari 2023, European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) menyatakan bahwa pemanasan global diperkirakan mencapai 1,21 derajat Celcius. Dalam 30 tahun, pemanasan global ini dapat berlanjut hingga mencapai 1,5 derajat Celcius pada Maret 2023.
Erma menjelaskan perubahan Iklim di Indonesia memiliki dampak dan efek yang berbeda di setiap wilayah di Indonesia.
Selama musim hujan akan terjadi peningkatan hujan yang lebih ekstrem. Adapun selama musim kemarau, hujan ekstrem semakin sering terjadi di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
"Fokus pengamatan kami di selatan Indonesia, karena selatan Indonesia merupakan tempat sentra pangan di Indonesia serta memiliki penduduk terbanyak," kata Erma.
Hasil penelitian BRIN menunjukkan ada perubahan temperatur signifikan di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (tahun 2021-2050 terhadap 1991-2020).
Temperatur minimum mengalami penurunan di sebagian besar pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta bagian tengah Jawa Barat. Sedangkan, temperatur maksimum mengalami peningkatan di sebagian besar pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Baca juga:
- Panjang Lebar Gubernur Bali Wayan Koster Bicara Penolakan Timnas Israel, Palestina dan Prinsip Bung Karno
- Irjen Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati
- Wapres Respons Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20: Bukan Berarti Kiamat
- Ganjar Pranowo: Dicaci dan Di-bully Risiko yang Kadang Harus Kita Ambil
Adapun hari-hari tidak hujan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan diproyeksikan meningkat, sehingga lebih kering dan mengalami peningkatan kering yang signifikan, sama halnya di Sumatera Selatan hingga Lampung.
Perubahan iklim menyebabkan terjadinya badai vorteks dan siklon tropis di selatan Nusa Tenggara Timur, sehingga dampaknya meningkatkan hujan dan menimbulkan banjir di Madura dan wilayah Jawa Timur lainnya.
Selain itu, ada penghangatan suhu permukaan laut di Laut Jawa bagian utara Jakarta. Di sisi lain, suhu permukaan laut yang mendingin terbentuk di Laut China Selatan telah menciptakan tekanan tinggi.
Erma menuturkan perlu model prediksi cuaca resolusi tinggi secara temporal dan spasial dengan wilayah dominan yang luas, serta mengedukasi masyarakat secara komprehensif untuk mengantisipasi kebencanaan yang mungkin terjadi akibat badai badai vorteks dan siklon tropis.
Menurutnya, Indonesia perlu membangun Weather Ready Nation yang merupakan upaya memaksimalkan peringatan dini terhadap kejadian vorteks guna memastikan jalur koordinasi dan komunikasi di daerah dengan kesigapan maksimal dan meminimalisasi dampak perubahan iklim.