Imbas Perang Rusia-Ukraina, Dirut PKT: Harga Pupuk Makin Tak Karuan, tapi Sudah Turun
JAKARTA - Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero) Rahmad Pribadi mengatakan, tren harga pupuk di Tanah Air terus merangkak naik sejak 2020. Namun, setelah mencapai rekor tertinggi harga pupuk turun sebesar 20 persen.
“Sempat terus merangkak naik ketika terjadi perang Rusia Ukraina, harganya makin enggak karuan,” ujarnya dalam konferensi pers, di The Langham, Jakarta, Rabu, 29 Maret.
Kata Rahmad, ketika geopolitik Rusia-Ukraina memanas, kondisi ini membuat harga bahan baku melonjak. Karena itu, kata dia, kenaikan harga tertinggi terjadi pupun berbasis Nitrogen.
“Ketika perang itu terjadi, yang pertama kali terdampak adalah harga gas. Makanya harga pupuk berbasis nitrogen melonjak tinggi,” jelasnya.
Menurut Rahmad, imbas perang Rusia-Ukraina terhadap pasar ammonia dan pupuk berbasis gas alam masih akan terus berlanjut di tahun ini.
Mengacu pada data International Fertilizer Association (IFA), pangsa pasar pupuk global diperkirakan mengalami kenaikan pada 2023 yakni pupuk berbasis nitrogen diperkirakan akan tumbuh 2,2 persen, 4,4 persen untuk pupuk berbasis fosfat, dan 4,2 persen untuk pupuk berbasis potash.
Ramhad mengatakan tren permintaan pupuk berbasis nitrogen paling besar dari wilayah Amerika Latin, Asia Selatan, dan Afrika, sedangkan permintaan pupuk basis fosfat dari wilayah Amerika Latin dan Asia Selatan, serta pupuk potash dari wilayah Amerika Latin, Asia Selatan dan Asia Timur.
“PKT membidik negara-negara yang kena imbas perang ini, sebagai pasar ekspor baru, seperti India dan negara-negara Eropa, dengan tetap mempertahankan pasar ekspor lainnya yang sudah berjalan seperti negara-negara di Asia Tenggara dan Asia Timur. Selain kedua benua itu, PKT juga memperluas pasar ke Australia, Meksiko, Amerika Serikat, dan Amerika Selatan,” tuturnya.
Baca juga:
Modal berharga PKT untuk mengerjakan agenda besar tersebut, lanjut Rahmad, adalah kinerja PKT yang membanggakan. Per kuartal IV 2022, pabrik pupuk yang berpusat di Bontang, Kalimantan Timur ini mencetak laba Rp 14,59 triliun, naik 137 persen dari tahun lalu.
“Kualitas manusia prima dan teknologi produksi yang mumpuni adalah faktor kesuksesan PKT di tengah di tengah kenaikan harga pupuk urea global yang mencapai puncaknya pada April 2022 lalu,” katanya.