Tak Hanya Wamenkumham, IPW Sebut Nama Baru di Sengkarut Dugaan Gratifikasi PT CLM
JAKARTA - Wakil Menteri hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej tak satu-satunya yang disebut Indonesia Police Watch (IPW) menerima gratifikasi terkait tambang. Tetapi, ada pula nama Evi Celianti yang diduga terlibat.
"Betul ada pemegang saham APMR (pemegang Saham PT CLM) bernama PT Ferolindo di mana pada suatu waktu ada nama pemegang sahamnya bernama Samsudim Andi Arsyad dan Evi Celianti. Kalau tidak salah," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Sabtu, 25 Maret.
Dari informasi yang diterima, Evi Celianti diketahui sempat menjadi pemegang saham PT Ferolindo Mineral Nusantara tertanggal 9 Desember 2022. Akan tetapi belakangan ini nama itu menghilang.
Mengenai hal itu, Sugeng belum bisa memastikannnya, termasuk sosoknya Evi Celianti tersebut. Tetapi, ia menyakini informasi yang didapatnya akurat. Bahkan, kasus dugaan suap itu disebut melibatkan banyak pihak. Kemudian, dijalankan secara terstruktur.
"Pola keterkibatan kekuasaan yang bermain dengan pemodal lebih dahsyat dan terstruktur. Kalau kasus Ismail Bolong cuma yang main oknum polisi. Di sini ada Wamenkumham, polisi levelnya lebih tinggi sampai intelijen negara," kata Sugeng.
Adapun, Edward dilaporkan ke KPK oleh IPW pada Selasa, 14 Maret. dia diduga menerima gratifikasi sebesar Rp7 miliar.
Edward diduga menerima gratifikasi Rp 7,7 miliar melalui dua asprinya YAR dan YAM. Keduanya diminta oleh mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan untuk berkonsultasi atas sengketa kepemilikan PT CLM.
Baca juga:
"(Laporan, red) terkait dugaan tindak pidana korupsi berpotensi dugaannya bisa saja pemerasan dalam jabatan bisa juga gratifikasi atau yang lain, yang terlapor itu saya menyebutkan penyelenggara negara dengan status wamen, wamen saya sebut dengan inisial EOSH," kata Sugeng.
Sugeng tak menyebut terang sosok wamen tersebut dengan alasan asas praduga tak bersalah. Namun, singkatan itu merujuk pada Edward Omar Sharif Hiariej.
"Jadi ini terkait adanya aliran dana sekitar Rp7 miliar yang diterima melalui dua orang yang diakui oleh EOSH tersebut sebagai asprinya (asisten pribadinya)," ucapnya.
Saat pelaporan, Sugeng membawa dokumen terkait dengan aduannya. Salah satunya, bukti transfer dan percakapan yang berkaitan dengan laporannya ini.
Adapun peristiwa pidana yang dilaporkan Sugeng terjadi pada April-Oktober 2022. KPK diminta menindaklanjuti pelaporan tersebut.