Pilot Susi Air Ditukar Kemerdekaan Papua Disebut Permintaan di Luar Nalar
JAKARTA - Pengamat isu strategis dan global Imron Cotan menilai pemerintah tidak akan memenuhi tuntutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua terkait dengan pembebasan pilot Susi Air Phillip Mehrtens yang dapat ditukarkan dengan kemerdekaan Papua.
"Tidak mungkin pemerintah Indonesia sebagai negara besar dan berdaulat menuruti tuntutan semacam itu," kata Imron dikutip ANTARA, Minggu, 19 Maret.
Dikatakan pula bahwa tuntutan seperti itu termasuk tuntutan di luar nalar yang apabila dipenuhi hanya akan memunculkan banyak negara merdeka baru sebagai buah dari tindak penyanderaan.
Hal tersebut pun telah ditegaskan oleh Imron saat menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan Moya Institute bertajuk Penyanderaan Pilot Susi Air: Tindakan Terorisme?, Jumat kemarin.
Imron lantas menyinggung pula potensi kemunculan empati dan simpati dari Phillip kepada KKB Papua. Dia menilai hal tersebut dapat terjadi dan dinamakan oslo syndrom.
"Itu ada teorinya bernama oslo syndrome yang dikembangkan, antara lain, oleh Kenneth Levin yang menyebutkan kalau seseorang disandera, lama-kelamaan akan mencintai atau bersimpati kepada yang menyanderanya. Itu bisa saja terjadi," ucap dia.
Menurut Imron, faktor tersebut berpotensi pula membuat upaya untuk membebaskan Phillip menjadi lebih rumit dan sulit karena yang bersangkutan sudah berempati kepada KKB Papua.
Baca juga:
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat diterapkan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan KKB, termasuk penyanderaan pilot Susi Air.
Kekerasan KKB itu, menurut dia, telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme karena memiliki motif politik, ideologi, gangguan keamanan, dan menciptakan rasa ketakutan luas di tengah masyarakat.
"Kondisi dilematis tersebut harus segera dicarikan solusinya," ucap Hery.