Cintailah Produk-Produk Indonesia Sebagai Wujud Bela Negara
JAKARTA – Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Wujud bela negara dalam konteks kekinian tak melulu soal wajib militer, melainkan lebih mengarah salah satunya ke dimensi ekonomi.
Masuknya beragam produk luar negeri saat ini jelas menjadi ancaman yang sangat nyata terhadap keberlangsungan pelaku usaha kecil dan menengah. Mereka tentu sulit bersaing dengan serbuan kekuatan ekonomi luar yang lebih kompetitif.
Di sinilah butuh aksi nyata dari tiap-tiap warga negara menjalankan kewajibannya. Siswanto dalam jurnal Pertahanan dan Bela Negara bertajuk ‘Mencintai Produk Dalam Negeri Sebagai Manifestasi Bela Negara di Era Global’ mengatakan, sebagai anak bangsa sudah semestinya bangga menggunakan produk dalam negeri.
“Lebih mencintai produk nasional merupakan manifestasi dari bela negara di era kekinian,” katanya.
Menggunakan produk dalam negeri berarti mendukung dan mengembangkan usaha lokal, membuka lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya memperkuat pasar domestik hingga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Usaha lokal seperti diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merupakan tulang punggung perekonomian dunia. Menyumbang 90 persen dari kegiatan bisnis dan berkontribusi lebih dari 50 persen lapangan pekerjaan di seluruh dunia. Di negara berkembang, usaha lokal, khususnya UMKM formal berkontribusi sekitar 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kontribusi ini sebenarnya jauh lebih besar jika kita juga memasukkan sektor informal yang sebagian besar tidak tercatat,” ucap Menkeu dalam The 6th Annual Islamic Finance Conference yang diselenggarakan secara daring pada Agustus 2022.
Indonesia memiliki 64 juta UMKM yang mewakili 99 persen dari total kegiatan bisnis. Mereka bahkan menyerap 97 persen lapangan kerja dan menyumbang 60 persen dari PDB.
Sehingga, pengembangan dan pemberdayaan, usaha lokal khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan hal yang sangat penting.
“Pemerintah sejauh ini fokus melakukan empat hal: pembangunan infrastruktur; program pembiayaan; mendorong digitalisasi UMKM; dan peningkatan sinergi dan koordinasi antara pemerintah dan para pemangku kepentingan termasuk BUMN, pemerintah daerah, dan sektor swasta untuk membuahkan hasil yang efektif dalam pemberdayaan UMKM,” tuturnya.
Kegeraman Presiden Jokowi
Guna mendukung itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah berkali-kali mengingatkan jajarannya untuk memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa.
Dalam acara Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali pada 25 Maret tahun lalu, Jokowi menyinggung anggaran sebesar Rp1.061 triliun yang dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Bila 40 persen atau Rp 400 triliun anggaran belanja dikucurkan untuk produk lokal, perputaran uang negara di dalam negeri bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi 1,5-1,7 persen.
“Lalu kalau ditambah BUMN 0,4 persen, hasilnya dua persen lebih enggak usaha cari ke mana-mana. Kita diam saja tapi konsisten beli barang yang diproduksi dalam pabrik, industri, UMKM. Bodoh sekali kita tidak melakukan ini, malah beli barang-barang impor,” ujar Jokowi seperti ditayangkan dalam YouTube Sekretariat Presiden.
Masa hanya tempat tidur rumah sakit saja harus impor. Seragam dan sepatu TNI serta polisi, CCTV, bangku sekolah, bahkan alat tulis pun impor. Padahal, banyak pelaku usaha lokal yang mampu memproduksi barang-barang tersebut.
“Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti enggak sih? Jangan-jangan kita enggak kerja detail sehingga enggak ngerti barang yang dibeli itu barang impor," ucap Jokowi.
Dalam sambutannya saat membuka acara Business Matching Produk Dalam Negeri Tahun 2023 di Istora Senayan, Jakarta pada 15 Maret 2023, Jokowi kembali mengingatkan hal sama. Rasanya tidak pantas menggunakan dana APBN untuk berbelanja produk impor.
Pendapatan negara dalam APBN dikumpulkan dari berbagai sumber, mulai dari pajak, dividen, royalti, hingga penerimaan negara bukan pajak. Ini proses yang tidak mudah. Lalu setelah terkumpul, jusru dibelanjakan untuk impor.
“Inilah yang selalu saya ingatkan. Saya awal-awal itu kaget, saya buka, banyak sekali pembelian produk-produk impor kita. Padahal, sumbernya pembelian itu uang APBN. Inilah yang ingin kita luruskan,” ucapnya dalam laman resmi Sekretariat Presiden.
"Kalau yang canggih-canggih silakan, mau beli pesawat tempur karena kita memang belum bisa (memproduksinya). Tapi kalau senjata, peluru, kita sudah bisa, apalagi hanya sepatu, kenapa harus beli dari luar?" tambah Jokowi.
Percuma jumlah produk dalam negeri di e katalog melonjak dari 50 ribu menjadi 3,4 juta produk kalau tidak ada peningkatan yang signifikan dalam penggunaan produknya.
“Kementerian/lembaga, BUMN, BUMD, provinsi, kota, kabupaten, semuanya tengok itu e-katalog, beli. Percuma kita meng-collect untuk dimasukkan ke e-katalog (kalau) hanya ditonton, tidak dibeli, untuk apa?” tuturnya.
Insentif dan Sanksi
Ke depannya, Jokowi akan bertindak tegas dengan memberlakukan insentif dan sanksi. Insentif berupa tunjangan kinerja diperoleh berdasar tingkat penggunaan produk dalam negeri.
“Saya sudah perintah MenPAN-RB. Kalau sudah masuk ke tukin semuanya akan semangat, akan kita hubungkan dengan pembelian produk dalam negeri di kementerian dan lembaga, kabupaten dan kota, provinsi,” ungkapnya.
Adapun untuk sanksinya, Presiden meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk merumuskannya. Dengan adanya sistem insentif dan sanksi, Presiden berharap Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) bisa lebih optimal.
“Jadi saya harapkan nanti akan kita cek lagi agar semuanya menjadi optimal dan kalau tukinnya tadi sudah, mestinya harus ada sanksinya juga. Kalau yang masih beli, baik BUMN, BUMD, provinsi, kabupaten/kota, kementerian/lembaga, masih coba-coba beli produk impor dari uang APBN, APBD, BUMN, sanksinya tolong dirumuskan Pak Menko, biar semuanya kita bekerja dengan reward and punishment,” imbuh Jokowi.
Menggunakan produk dalam negeri merupakan bentuk dukungan dan penghargaan terhadap kerja keras anak bangsa dalam bidang ekonomi, sekaligus cerminan sikap nasionalisme.