Internalisasi Nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai Warga Negara

JAKARTA - Seri Webinar Ngobrol Bareng Legislator (NGOBRAS) kembali diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Anggota DPR RI Komisi I pada Senin 6 Maret.

NGOBRAS kali ini mengusung tema Internalisasi Nilai Pancasila Dan Bhineka Tunggal Ika Sebagai Warga Negara dan menghadirkan beberapa narasumber seperti Anggota Komisi I DPR RI Subarna, Dirjen Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangarepan, Ketua Umum Relawan TIK Fajar Eri Dianto, serta Direktur Pelaksanan Yayasan Nawala Nusantara Mohammad Yamin.

Internalisasi nilai-nilai Pancasila dapat dikatakan sebgai usaha komponen bangsa Indonesia untuk menyadarkan bentuk dan pola pikir perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai konsensus sekaligus sebagai identitas nasional.

Nilai-nilai Pancasila bersifat universal sehingga perlu diinternalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lima Asas Pancasila mengandung nilai-nilai yang memberikan suatu pedoman yang baik. Sehingga ketika direalisasikan dalam kehidupan masyarakat maka akan membuat kehidupan lebih bermartabat.

“Dunia digital sangat luas, tidak ada batas territorial dan semua warga negara ada di dalamnya. Sebagai warga negara yang baik dan berlandaskan Pancasila, kita harus bisa menunjukkan sikap saling menghargai, menghormati perbedaan, jaga sopan santun, bersikap religi meskipun kita sedang berada dalam komunikasi digital,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Subarna, dalam Ngobras edisi 6 Maret 2023.

Upaya menjaga dan menguatkan nilai-nilai Pancasila di masyarakat dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu, melalui pendekatan budaya, internalisasi di semua level pendidikan dan menegakkan hukum terhada hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai Pancasila.

Ketua Umum Relawan TIK Fajar Eri Dianto menjelaskan munculnya teknologi dan masuknya budaya lain bukan menjadi alasan ketika masyarakat masih memegang teguh pancasila. Pengaruh yang masuk memiliki dua dampak yaitu dampak positif adalah masyarakat bisa lebih mengenal budaya lain serta negara lain mempelajari budaya Indonesia.

Sementara dampak negatifnya adalah mengaburnya wawasan kebangsaan, dimana masyarakat sudah mulai berinteraksi di sosial media dan teknologi tanpa melihat nilai pancasila.

“Dengan media sosial kita dapat memperkenalkan budaya dengan banyak kreasi dan inovasi. Dengan adanya media sosial, beberapa waktu lalu netizen Indonesia dicap sebagai netizen yang paling tidak beradab, dunia melihat komentar kita negatif. Ayo kita kembalikan Indonesia sebagai negara paling bermartabat,” kata Fajar.

Direktur Pelaksanan Yayasan Nawala Nusantara Mohammad Yamin mengatakan nilai filosofis pancasila dirumuskan kembali menjadi nilai instrumental dalam bentuk undang-undang, kebijakan, dan arahan. Kemudian nilai instrumental tersebut disederhanakan menjadi nilai praktis, nilai yang disebut juga nilai pancasila.

“Nilai praktis di ruang digital ternyata ditemui seperti nilai toleransi, gotong royong, musyawarah, dan kepedulian, hanya tempatnya tidak beraturan dan memiliki latar belakang yang berbeda. Inilah yang disebut sebagai keragaman di ruang digital. Ketidaktahuan dan pemahaman dalam menempatkan nilai praktis dan bermedia sosial ini lah yang dapat menimbuklan kesesatan seperti munculnya hoax,” jelasnya.

Harapannya adalah ketika masyarakat menempatkan nilai pancasila di dunia digital, maka masyarakat akan kembali mencerminkan Bhinneka Tunggal Ika.