Eksklusif, Ketum Apjatel Jerry Mangasas Swandy: Baru 30 Persen Wilayah Indonesia Terlayani Jaringan Fiber Optik  

Wilayah Indonesia yang luas dan terdiri dari ribuan pulau adalah kendala tersendiri untuk pemasangan jaringan fiber optik. Saat ini menurut Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasas Swandy baru 30 persen wilayah Indonesia yang terlayani jaringan fiber optik. Ia memprediksi baru di tahun 2045 jaringan internet seantero Indonesia akan tersambung oleh jaringan ini.

***

Penggunaan kabel fiber optik menjadi pilihan karena keunggulan yang dimilikinya.  Menurut laman Baktikominfo ada beberapa keunggulan dari fiber optik yaitu kapasitas besar,  komponen yang tipis/kecil,  tidak menggunakan arus listrik dan  validitas data terjamin. Karena itu banyak dipakai oleh perusahaan telekomunikasi dan operator internet untuk mengembangkan jaringan.

Namun selain keunggulan, ada juga kelemahan penggunaan fiber optik ini. Ada dua kelemahan utama fiber optik yaitu pemasangannya membutuhkan biaya yang besar dan instalasinya rumit.

Dari plus dan minus tersebut, saat ini kata Jerry Mangasas Swandy fiber optik masih menjadi pilihan utama. Sejak pertama digunakan  tahun 2005 hingga sekarang, baru 30 persen wilayah Indonesia terlayani jaringan fiber optik.  “Butuh dukungan dari berbagai pihak; pemerintah, masyarakat dan semua pihak agar pembangunan jaringan bisa terus berlangsung dan bisa mencapai seluruh pelosok negeri. Saya optimis di tahun 2045 hampir semua wilayah sudah tersambung, ya paling tidak 80 persen,” ujarnya.

Beberapa kendala yang dialami oleh Jerry dan anggota Apjatel saat ingin mengembangkan jaringan fiber optik adalah belum ada keseragaman antar instansi terkait soal izin dan biaya yang dikenakan. Semua itu menjadi beban bagi perusahan yang ingin mengembangkan jaringan fiber optik.

Di beberapa wilayah dan kawasan lanjut Jerry biaya untuk menggelar kabel fiber optik itu cukup mahal. “Sebenarnya jaringan fiber optik itu equal juga dengan listrik (PLN) atau air minum (PDAM) karena sama-sama  memberikan layanan untuk publik, cuma produknya saja yang berbeda. Satu lagi yang kita keluhkan beban saat jaringan fiber optik harus melintasi jaringan kereta api, ada perbedaan kebijakan antara DAOP KAI dan Dirjen Perkeretaapian. Saat jaringan fiber optik lewat kawasan hutan lindung juga perizinannya lumayan panjang. Ormas di daerah juga sering mengganggu. Inilah yang menjadi kendala kami selama ini,” ungkapnya kepada Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI yang menemuinya di bilangan Mampang, Jakarta Selatan belum lama berselang. Inilah petikannya.

Menurut Ketum Apjatel Jerry Mangasas Swandy penggunaan kabel fiber optik karena miliki banyak keunggulan. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Belum lama ini Apjatel menggelar rakernas, apa yang akan direalisasikan ke depan?

Rakernas Apjatel yang lalu mengusung tema tentang diperlukan kecepatan dalam menggelar dan pemerataan jaringan fiber optik di seluruh wilayah Indonesia dan diperlukan dukungan penuh dari semua pihak di antaranya adalah pelaku bisnis, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, secara kolaborasi dan sinergi di antara para pihak; pelaku bisnis di sektor telekomunikasi khususnya di fixed broadband atau fiber optik.

Seperti apa  merealisasikan hal tersebut,  ada pada 7 program konkrit Apjatel di tahun 2023 ini. Sesuai tema tersebut semua pihak wajib bergotong-royong dengan cara pandang yang sama terhadap objek fiber optik yang merupakan backbone conectivity Indonesia Raya ini. Pertama kami telah melakukan komunikasi dengan asosiasi-asosiasi telekomunikasi di Indonesia lainnya untuk melakukan kajian akademis soal regulatory cost di telekomunikasi fixed broadband. Ini ada macam-macam yang  sudah kami keluarkan untuk sustainable network yang ada di Indonesia. Mulai dari kami juga membayar sebagai amanat dari peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan hak (bhp) dan universal service obligation (uso) sebesar 1,75 persen. Yang kedua kami juga bayar sewa lahan kepada pemda provinsi dan kabupaten/kota, PU Pusat dan daerah serta pungutan dari ormas.

Soal regulatory cost mengapa harus dilaksanakan?

Diharapkan sinergi antara pusat dan daerah bisa membantu percepatan pembangunan infrastruktur seperti harapan Presiden Jokowi dalam transformasi digital. Lalu kami akan melakukan penataan jaringan fiber optik. Kami juga akan melakukan workshop regulatory forum, di mana kami akan membuka pembahasan seperti apa regulatory cost ini ideal.  Soalnya meski sudah ada UU 39 /1999 tentang telekomunikasi, UU Ciptaker, dan juga PP yang berkaitan, masih ada aturan yang belum bersesuaian. Lalu kami juga melakukan FGD (forum group discussion) dengan pemda dan kementerian terkait agar pergelaran jaringan bisa lancar. Lewat Langkah ini diharapkan semua bisa lancar.

Untuk regenerasi ke depan, Apjatel juga melakukan pelatihan dan sertifikasi tentang fiber optik bagi siswa SMA agar mereka bisa melanjutkan tugas ke depan.  Soal vandalisme yang merusak jaringan fiber optik juga menjadi perhatian kami. Hal ini harus bisa diminimalisir karena bisa mengganggu jaringan komunikasi. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana membuat Sarana Jaringan UT Terpadu  (SJUT), kita lihat wajah kota sudah semrawut dengan jaringan kabel yang tak beraturan.

Jadi selama ini antara pemerintah pusat dan daerah jalan sendiri-sendiri, seperti tak ada koordinasi dalam pembangunan?

Sebenarnya sudah ada RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dari Presiden sebagai kiblat, di sektor telekomunikasi masih ada kepentingan dari daerah yang satu sama lain tidak sama meski kiblatnya sudah ditentukan. Kesamaan dari tiap-tiap daerah adalah kalau objek kabel fiber optik ini bisa menjadi sarana pemasukan bagi daerah, ini yang sangat mengganggu meskipun apa yang dilakukan teman-teman pemda itu sesuai dengan kewenangannya.

Kalau demikian ini akan membuat biaya tinggi bagi pengusaha, apa dampaknya bagi pengguna?

Kalau ongkos operasional tinggi, pengusaha tentu akan mencari cela agar modal mereka bisa kembali dan sedikit ada margin keuntungan. Salah satu yang akan terpengaruh adalah biaya langganan karena ongkosnya mahal. Harga bandwidth akan meningkat, sekarang ini rata-rata harga yang di-share oleh pemain fixed broadband itu sekitar 350ribu/bulan. Kalau ada beban ini dan itu biayanya bisa bertambah.

Di beberapa wilayah dan kawasan biaya untuk menggelar kabel fiber optik itu cukup mahal. Sebenarnya jaringan fiber optik itu equal juga dengan listrik (PLN) atau air minum (PDAM) karena sama-sama  memberikan layanan untuk publik, cuma produknya saja yang berbeda. Satu lagi yang kita keluhkan beban saat jaringan fiber optik harus melintasi jaringan kereta api, ada perbedaan kebijakan antara DAOP KAI dan Dirjen Perkeretaapian. Saat jaringan fiber optik lewat kawasan hutan lindung perizinannya juga panjang. Ormas di daerah juga sering menjadi gangguan. Inilah yang menjadi kendala kami selama ini.

Selama pandemi jaringan internet menjadi andalan ketika pertemuan tatap muka dibatasi dengan aturan PPKM, seperti apa pengalaman yang terjadi kemarin?

Jaringan fixed broadband ini sudah terbukti membantu sekali saat Indonesia sedang parah-parahnya mengalami pandemi COVID-19 kemarin. Buktinya kita bisa melewatinya, dengan tetap melakukan berbagai aktivitas, berbisnis melalui jaringan internet. Sektor pendidikan dan peribadatan semua dilakukan dengan cara daring. Kalau tidak didukung dengan jaringan yang bagus, tidak mungkin kita bisa melewati pandemi dengan lancar. Ketika performa komunikasi dan jaringan internet tidak lancar berapa besar kerugian kita, baik di sektor bisnis maupun pemerintahan.  

Jaringan fiber optik menurut Ketum Apjatel Jerry Mangasas Swandy punya kemiripan dengan listrik dan air minum yang banyak digunakan publik, karena itu sudah layak mendapat dukungan semua pihak. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Speed test global indeks internet Indonesia 20,13 mbps rata-rata nasional, berapa angka idealnya? 

Standar minimal itu 25 mbps untuk download dan 30 mbps untuk upload. Namun  Federal Communication Commission merekomendasikan angka 40 sampai 100 mbps kecepatan internetnya. Jadi kita memang harus meningkatkan kecepatan internet kita. Dan kita terus mendiskusikan hal ini dengan Kemenkominfo.

Ada target untuk mencapai kecepatan ideal itu?

Saya kira itu menjadi impian setiap negara termasuk kita, karena dengan kecepatan yang prima kita bisa memberikan layanan yang ideal. Semua pihak terkait harus duduk bersama agar tujuan itu bisa terwujud. Termasuk membentuk blue print soal telekomunikasi kita khususnya fixed broadband ini.

Pemerintah punya program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) apakah Apjatel dilibatkan dalam program ini?

Kami mendukung  GNLD, namun karena asosiasi kami ini bergerak dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi di Indonesia. Tentu ada institusi dan lembaga yang lebih intens karena tupoksinya melakukan sosialisasi. Namun kami dari asosiasi siap melakukan literasi dan bahkan advokasi kepada seluruh warga Indonesia yang membutuhkan. Lewat FGD, workshop, diklat untuk SMA / SMK dan sebagainya kami menyampaikan seperti apa transformasi digital ini kita lakukan agar mencapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Anda apakah masyarakat Indonesia saat ini sudah melek digital, apa yang bisa dilakukan Apjatel untuk meningkatkan literasi publik?

Di Indonesia ini angka warga yang butuh informasi, artinya masih butuh sosialisasi melalui berbagai media. Kami juga sebagai penyelenggara jaringan tidak senang kalau jaringan yang kami sediakan, digunakan untuk hal yang tidak baik. Karena itu literasi kepada publik masih harus dilakukan untuk mereka yang belum tercerahkan.

Perkembangan ekonomi digital makin pesat saat Pandemi COVID-19, hal ini butuh dukungan jaringan telekomunikasi yang andal, sejauh mana peran Apjatel dalam hal ini?

Ada banyak hal berubah ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia dan juga belahan dunia lainnya. Pendidikan melalui online sudah menjadi pilihan, bahkan universitas ternama sudah memiliki program berbasis online. Perekonomian yang menggunakan transaksi online juga juga berkembang pesat di masa pandemi dan belanjut hingga saat ini. Sektor pertanian, industri dan lain-lain juga berbasis online. Untuk mendukung semua itu dibutuhkan jaringan internet yang mumpuni. Itulah peran kami dalam mendukung pembangunan di berbagai sektor itu.

Jaringan untuk mendukung ekonomi digital, pertanian digital dan industri digital itu apakah sudah didukung oleh anggota Apjatel?

Kami sudah memberikan dukungan yang maksimal. Salah satu impian kami adalah mendukung berbagai sektor dengan jaringan yang kami sediakan. Semakin banyak komunitas, masyarakat dan berbagai sektor yang terjun di bidang digital kami makin tertantang untuk mendukung. Makin banyak yang  membutuhkan jaringan kami harus berlomba menyediakan jaringan agar upaya yang dilakukan bisa menggeliat. Selama jaringan dan telekomunikasi digunakan untuk hal yang baik, kami tentu amat senang. Yang kami tidak senang saat teknologi komunikasi dan jaringan yang tersedia digunakan untuk hal yang tidak baik, seperti untuk melakukan kejahatan.

Karena yang dilakukan anggota Apjatel ini untuk mendukung berbagai sektor, mengapa tidak mendesak agar berbagai hambatan seperti izin yang rumit, sewa dan pajak yang tinggi bisa dihapuskan?

Kita tidak menginginkan dihapuskan, yang kami minta biaya yang wajar agar tidak memberatkan dan membuat ekonomi biaya tinggi. Kalau itu terjadi yang akan terdampak adalah masyarakat juga. Kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota saya katakan kalau tujuannya meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) konektivitas melalui jaringan adalah keniscayaan. Saat konektivitas publik dan pelaku industri di daerah itu tersambung saya yakin pelan-pelan PAD akan meningkat. Jadi mainset-nya harus diubah, PAD akan meningkat setelah jaringan internet terkoneksi. Soal perizinan Presiden Jokowi sudah menegaskan harus dilakukan melalui internet, jadi tidak ada lagi dengan tatap muka.

Wilayah Indonesia ini luas,  terdiri dari ribuan pulau, ini tentu kendala tersendiri, bagaimana Apjatel menghadapi hal ini?

Jakarta bisa menjadi contoh dalam pengadaan jaringan internet. Sebelum melaksanakan program JakWifi dengan Gubernur DKI Jakarta saat itu dengan Pak Anies Baswedan, masih ada daerah-daerah di Jakarta yang belum tersambung dengan jaringan internet. Di titik-titik itulah JakWifi hadir dan menjadi penyambung kegiatan masyarakat. Hal yang sudah terwujud di Jakarta ini bisa dicontoh daerah lain di seluruh Indonesia. Memang kondisi geografis menjadi kendala utama. Secara bertahap hal itu harus diatasi agar konektivitas seluruh masyarakat Indonesia terwujud.

Untuk wilayah Indonesia yang demikian luas, sudah berapa yang terlayani jaringan fiber optik dan berapa lagi yang belum?

Pertama yang perlu saya sampaikan investasi di bidang fixed broadband ini besar dan lama kembalinya. Kedua Indonesia itu terdiri dari ribuan pulau. Yang terpenuhi jaringan fiber optik baru 30 persen, artinya ada kekurangan 70 persen yang belum. Padahal kita sudah memulai pembangunan jaringan fiber optik itu sejak 2005. Artinya butuh dukungan dari berbagai pihak; pemerintah, masyarakat dan semua pihak agar pembangunan jaringan bisa terus berlangsung dan bisa mencapai seluruh pelosok negeri. Saya optimis di tahun 2045 hampir semua wilayah sudah tersambung, ya paling tidak 80 persen.

Jerry Mangasas Swandy Banyak Belajar dari Kendala

Kendala dalam tugas bagi Jerry Mangasas Swandy tak perlu ditakuti, dari hal itulah ia bisa banyak belajar. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Pengalaman kata orang bijak adalah guru yang terbaik. Dalam  narasi yang berbeda Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasas Swandy juga banyak belajar dari kendala yang dihadapi di lapangan. Apalagi saat bisa melewati kendala dengan baik, itu akan menjadi pengalaman yang amat berharga di masa berikutnya.

“Saya memang mengurangi istilah atau  bahasa duka, karena semakin banyaknya persoalan justru lebih mendewasakan. Ketika banyak persoalan justru menjadikan kita untuk bisa lebih profesional,” katanya.

Menurut  Jerry yang dia lakukan adalah menyelaraskan antara tugasnya di salah satu perusahaan telekomunikasi sekarang, dengan asosiasi yang ia pimpin dan kebutuhan keluarga.

Dan yang tak lupa adalah meminta petunjuk pada Yang Maha Kuasa agar selalu dalam lindungan-Nya. “Saya selalu berdoa dan minta pentunjuk pada Tuhan supaya tetap sehat dan bisa memberikan arti dan menjadi berkat buat orang lain,” katanya.

Jerry bersyukur apa yang dilakukannya mendapat dukungan penuh dari keluarganya. “Sebelum saya maju sebagai calon Ketua Apjatel saya berdialog dengan mereka dan mereka memberikan dukungan pada saya. Tanpa dukungan mereka saya tak mungkin berani mengemban amanat yang berat sebagai pemimpin asosiasi,” ungkapnya.

Hal lain yang membuat Jerry bersemangat adalah ekosistem dan pertemanan di lingkungan perusahaan dan asosiasi yang juga memberikan dukungan. “Yang juga membuat saya tetap semangat adalah ekosistem dan pertemanan yang menjadikan saya banyak belajar dengan para pemilik perusahaan, dewan direksi dan juga  teman-teman karyawan yang profesional,” ungkapnya.

Jerry sama sekali tidak anti pada kritik baik dari dalam maupun dari luar. Perdebatan baginya adalah hal yang biasa. “Mereka yang tidak sepakat itu bukan berarti mereka  menolak, tapi cara pandang saja yang berbeda, namun tujuannya sama. Ketika saya bertemu teman yang berdebat atau yang mengkritik dia bisa  menjadi teman abadi selama saya bertugas baik di perusahaan atau di asosiasi,” lanjutnya.

 

Olahraga

Olahraga itu penting, meski sibuk Jerry Mangasas Swandy meluangkan waktu untuk berjalan sebelum ke berangkat ke kantor. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Sesibuk apa pun tugas di kantor dan asosiasi, Jerry Mangasas Swandy tak pernah melupakan olahraga.  “Saya itu hobinya jalan, baik di luar rumah atau dengan alat bantu treadmill. Engga perlu banyak yang penting rutin untuk membakar kalori dan mengeluarkan keringat. Setiap pagi saya sempatkan untuk olahraga dulu sebelum ke kantor,” ujar pria yang sudah 18 tahun berkecimpung di dunia telekomunikasi ini.

Olahraga lain yang disukai Jerry adalah catur. “Kalau catur itu adalah kebiasaan orang Batak ya. Orang tua, saudara, paman semua suka main catur. Mau tidak mau saya juga belajar dan suka dengan catur. Itu juga salah satu olahraga yang saya suka. Walaupun lebih ke olahraga pikiran ya,” lanjutnya.

Tak sekadar olahraga, catur bagi Jerry adalah wahana untuk mengetahui diri sendiri. “Lewat catur kita selalu mawas diri, kita harus mengetahui bagaimana diri kita sebelum menggerakkan orang lain. Sebelum menggerakkan orang lain kita harus mengenalinya, agar bisa membuat energi positif di lingkungan kerja dan asosiasi,” paparnya.

Hal lain dalam catur yang bisa Jerry terapkan adalah mengatur strategi. “Dengan potensi yang dimiliki bagaimana kita harus atur sedemikian rupa agar bisa memenangkan pertarungan. Saya dapat itu dari kesukaan saya bermain catur. Ada strategi yang harus kita lakukan jika ingin memenangkan pertarungan,” katanya tak henti memberikan semangat kepada anak muda untuk masuk ke dunia telekomunikasi dan transformasi digital yang terus berkembang.

“Kepada anak muda harus terus menjaga iklim telelekomunikasi baik sebagai pengguna, pekerja atau investor. Supaya kita bisa memaksimalkan ekonomi digital, pelajaran digital dan lan-lain. Anak muda harus belajar untuk menjadi penerus perjuangan agar bangsa ini bisa tetap berdiri di tengah persaingan global yang semakin ketat,” tandasnya.

Keluarga

Keluarga adalah segalanya bagi Jerry Mangasas Swandy komunikasi intens dilakukan di tengah aktivitasnya di kangtor dan asosiasi. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Meski sibuk dengan urusan kantor dan asosiasi, Jerry tidak melupakan keluarga. Baginya keluarga adalah segalanya. “Kalau saya bisa membagi waktu untuk perusahaan dan asosiasi, saya juga harus bisa membagi waktu untuk keluarga sesibuk apa pun aktivitas. Prinsip saya kerja adalah hobi, kerja adalah ibadah yang harus memberikan berkat untuk sesama. Jadi saya engga kenal capek, kalau saya capek ya istirahat dan tidur, esok hari akrtivitas dilanjutkan kembali,” katanya.

Karena dia melakukan pekerjaan dengan sepenuh jiwa, menimbulkan imun terpenting di dalam diri. “Saya melakukan pekerjaan saya dengan passion. Dengan diri sendiri bisa berkembang daripada motivasi kita ingin mendapatkan sesuatu,” lanjut pria yang bisa disapa Jerry Siregar ini.

Meski sibuk, Jerrry tak pernah lepas komunikasi dengan anak dan istri. “Minimal saat jam makan siang kami berkabar. Ya istri saya bertanya dan mengingatkan apakah sudah makan atau belum. Sederhana tetapi itu amat berarti dalam menjalin hubungan,” ujarnya sembari menambahkan ketika keluarganya bahagia dia pun akan bahagia.

Sampai saat ini, meski sibuk dengan pekerjaan, istrinya tidak komplain dengan kesibukannya. “Sebelum menikah dia sudah mengetahui apa kesibukan saya. Setelah sudah sama-sama tahu baru kami melangkah ke jenjang pernikahan,” kata Jerry yang sudah 10 tahun membina rumah tangga.

>

Keluarga bagi Jerry Mangasas Swandy bukan faktor penghalang dalam melakoni karier. Justru sebaliknya, keluarga membuatnya bersemangat untuk mencapai kesuksesan.

"Di beberapa wilayah dan kawasan biaya untuk menggelar kabel fiber optik itu cukup mahal. Sebenarnya jaringan fiber optik itu equal juga dengan listrik (PLN) atau air minum (PDAM) karena sama-sama  memberikan layanan untuk publik, cuma produknya saja yang berbeda. Satu lagi yang kita keluhkan beban saat jaringan fiber optik harus melintasi jaringan kereta api, ada perbedaan kebijakan antara DAOP KAI dan Dirjen Perkeretaapian. Saat jaringan fiber optik lewat kawasan hutan lindung juga perizinannya panjang. Ormas di daerah juga sering menjadi kendala. Inilah yang menjadi kendala kami selama ini,"

Jerry Mangasas Swandy