Media China Sorot Penyerbuan Capitol sebagai Kegagalan Kepemimpinan
JAKARTA - Editorial media pemerintah China mengatakan bahwa penyerbuan Gedung Capitol di Washington DC, Amerika Serikat (AS) oleh pendukung Presiden AS Donald Trump mencerminkan kegagalan kepemimpinan. Editorial tersebut juga menyebut kerusuhan di Gedung Capitol adalah perpecahan mendalam yang terjadi di masyarakat Amerika.
Ratusan pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol pada Rabu 6 Januari sore. Peristiwa tersebut digambarkan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nancy Pelosi sebagai "pemberontakan bersenjata melawan Amerika."
Surat kabar yang dikelola pemerintah China menggunakan peristiwa itu untuk meningkatkan perang kata-kata melawan AS. Hubungan bilateral antara Chinda dan AS sendiri sudah surut di tengah ketegangan perdagangan, hak asasi manusia, dan pandemi COVID-19.
The Global Times, tabloid milik People’s Daily yang merupakan surat kabar Partai Komunis yang berkuasa, menggambarkan kerusuhan itu sebagai tanda "keruntuhan internal" dalam sistem politik AS yang tidak dapat dengan mudah dibatalkan.
"Massa yang belum pernah terjadi sebelumnya di Capitol, simbol sistem AS, adalah hasil dari perpecahan yang parah dari masyarakat AS dan kegagalan negara untuk mengontrol divisi tersebut," katanya.
"Seiring berjalannya waktu dan dengan penyalahgunaan sumber daya oleh generasi politisi, sistem politik AS telah menurun," tambah surat kabar itu.
Mereka juga mengecam apa yang disebutnya sebagai "standar ganda" di antara politisi AS, dengan mengarahkan deskripsi Pelosi tentang protes Hong Kong pada 2019 sebagai "pemandangan yang indah untuk dilihat."
"Di Hong Kong, aksi kekerasan digambarkan sebagai 'pemandangan yang indah', di AS, orang yang terlibat dalam kekacauan ini disebut 'mass'," kata Global Times.
Komentar Pelosi telah diejek secara luas di layanan Weibo seperti Twitter di China, dengan Liga Pemuda Partai Komunis juga menggunakan kata-kata "pemandangan indah" untuk menggambarkan kerusuhan di Washington DC.
Warganet lain menggambarkan kerusuhan itu sebagai karma. Salah seorang warganet bercanda bahwa kerusuhan ini adalah percobaan kudeta pertama di Amerika yang terjadi "tanpa keterlibatan kedutaan AS."
Stasiun TV resmi negara, CCTV, menggunakan krisis di Washington DC untuk mengecam sistem politik AS. Pihak stasiun TV mengatakan "suatu hal yang disembunyikan dari apa yang disebut demokrasi Amerika telah dihancurkan."
"Amerika Serikat, yang selalu mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia, sekarang menjadi negara kerusuhan, konflik, dan jam malam," katanya.
Baca juga:
Sementara surat kabar resmi China Daily mengatakan "nasionalisme sempit" dari Presiden Trump telah merugikan Negeri Paman Sam. Kekerasan dan kekacauan yang meletus di AS selama setahun terakhir menunjukkan apa yang terjadi ketika para pemimpin negara kehilangan kontak dengan kenyataan, tambahnya.
Kerusuhan di Gedung Capitol berawal dari Trump yang memanas-manasi para pendukungnya agar melawan peresmian suara elektoral yang sedang berlangsung.
“Secara statistik tidak mungkin kalah dalam Pemilu 2020,” kata Trump, pada 20 Desember. “Protes besar di DC pada 6 Januari. Hadirlah, akan sangat liar!”
Penyerbuan itu menyebabkan empat orang tewas dan sekitar 68 orang terkait kerusuhan ditangkap. Beberapa orang yang ditangkap membawa senjata api tak berizin. Di antara semua korban tewas, salah satunya adalah pendukung Trump yang tertembak.
Setelah kericuhan berhasil terkendali, kongres dilanjutkan. Kongres AS telah mengesahkan terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS dan Kamala Harris sebagai wakilnya.