Brigita Manohara Disebut Terima Mobil dari Bupati Mamberamo Tengah, Tapi KPK Bantah Ada Pengembalian
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap presenter televisi, Brigita Purnawati Manohara menerima mobil dari Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak. Diduga pemberian ini berkaitan dengan upaya pencucian uang hasil suap dan gratifikasi.
"Memang bahwa informasi sebelumnya ada dugaan, ada penerimaan mobil itu betul," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 23 Februari.
Ali tak memerinci mobil apa yang diterima Brigita. Ia hanya membantah pengembalian pernah dilakukan.
Bantahan ini disampaikan karena Brigita pernah menyatakan telah mengembalikan mobil ke KPK. Ali bilang, penyidik hanya pernah mendapat pengembalian uang sebesar Rp480 juta dari presenter itu.
Meski begitu, penyidik komisi antirasuah nantinya akan menanyakan pada Brigita perihal uang tersebut. "Apakah Rp480 juta itu senilai mobil yang diserahkan atau seperti apa," tegasnya.
"Tapi sejauh ini, (hanya, red) uang cash yang diserahkan," sambungnya.
Brigita Manohara masuk dalam pusaran kasus suap, gratifikasi, dan pencucian uang yang menjerat Ricky. Penyebabnya, dia pernah menerima barang dari bupati itu saat masih menjabat.
Diberitakan sebelumnya, Ricky resmi menjadi tahanan Rutan KPK Cabang Merah Putih sejak Senin, 20 Februari setelah buron sejak Juli 2022. Tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang itu tertangkap di Abepura, Jayapura pada Minggu, 19 Februari.
Dalam kasus ini, Ricky diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.
Baca juga:
Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.
Dari penerimaan itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi.