2 Gajah Muncul di Sijunjung Sumbar, BKSDA Bilang Kejadian Serupa Terjadi 43 Tahun Silam

SUMBAR - Sebanyak dua ekor gajah muncul di Nagari Durian Gadang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar) kemarin. Balai Konservasi Sumber Sumber Daya Alam (BKSDA) menyatakan fenomena itu terakhir kali terjadi pada 43 silam.

"Kemarin (Selasa 14 Februari) terpantau ada dua ekor gajah di daerah Sijunjung, pemandangan seperti ini terjadi sudah lama sekali," kata Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono di Padang, Sumbar, Rabu 15 Februari, disitat Antara

Ia mengatakan, fenomena tersebut harus disambut dengan suka cita sebab mengartikan bahwa Sumbar kini memiliki aset satwa gajah.

Menurutnya penampakan gajah di Sumbar sudah lama tidak terjadi, terakhir kali dilaporkan pada 1980 di Kabupaten Solok Selatan.

BKSDA menjelaskan keberadaan gajah di Sumbar karena memang merupakan bagian dari perlintasan satwa berbelalai tersebut.

"Sumbar adalah perlintasan bagi gajah, dimana perlintasannya mulai dari Bungo (Jambi), Dharmasraya, Sijunjung dan terakhir di Provinsi Riau," jelasnya.

Ardi menenggarai beberapa kemungkinan dari penampakan gajah di Sijunjung itu, di antaranya karena kelompok gajah tersebut sudah tidak ada lagi atau mengikuti kelompok lain.

Atas fenomena tersebut BKSDA Sumbar telah menurunkan tim untuk melakukan koordinasi dengan pihak Muspika, KPH Sijunjung, hingga kepolisian.

Koordinasi juga dilakukan dengan pengelola Geopark Silokek sebab lokasi penampakan gajah pada Selasa masuk dalam wilayah Geopark Silokek.

"Tim dari BKSDA Sumbar telah diturunkan untuk memantau serta mencatat kemana saja gajah ini pergi, serta mengupayakan perlindungan," katanya.

BKSDA mengajak masyarakat Sumbar merespon kemunculan gajah tersebut dengan suka cita dan menjaga keberadaannya secara bersama-sama, tidak melakukan perburuan atau berbondong-bondong mendekati gajah.

"Ini adalah aset bagi Sumbar yang menyatakan daerah kita punya gajah, mari sama-sama kita lindungi keberadaan dan keselamatannya," ajaknya.

BKSDA menegaskan pelaku yang memburu gajah bisa dijerat dengan pidana sebagaimana termuat dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam.