Salihara Jazz Buzz: Persilangan Guarnica Quartet dan Adra Karim yang Klimaks!
JAKARTA – Perhelatan Salihara Jazz Buzz 2023 ditutup penampilan apik Guernica Quartet bersama Adra Karim selaku kolaborator pada Sabtu, 11 Februari. Guernica Quartet terpilih menjadi penampil lewat program undangan terbuka yang rutin diadakan tiap tahunnya oleh Komunitas Salihara.
Kuartet ini terdiri dari Rainer James Adrian (saksofon), Luis Daniel Harris (piano), Joseph Elnando Fergiantara (bass), dan Kenny Eliezer Tamadji (drum). Nama Guernica Quartet sendiri diambil berdasarkan judul salah satu karya Pablo Picasso.
Sementara itu kolaboratornya, Adra Karim, adalah seorang dosen, komposer, arranger, dan produser. Menempuh pendidikan di jurusan Jazz Organ, ArtEz Academy of Music, Enschede dan Prince Claus Conservatorium, Groningen, Belanda pada 2006, sampai akhirnya ia mendapatkan kehormatan mewakili Groningen untuk program Next Generation Jazz di ajang Jazz International Rotterdam pada 2013.
Guernica Quartet dan Adra Karim berusaha merepresentasikan karya-karyanya berupa persilangan berbagai genre musik dan ragam instrumental. Contohnya, jenis musik tradisional Jepang, India, Timur Tengah, dan Armenia.
Pada aksinya di Salihara Jazz Buzz malam itu. Sebelum lagu pertama, Badaruih, dimainkan, para penonton menghening. Beberapa menit kemudian, mereka membuka aksinya dengan sequencer yang disambut tata cahaya yang berkedip. Sorotan lampu itu menangkap basah para pemain yang memakai jubah bercorak, kecuali Adra yang mengenakan kemeja hitam.
Saksofon yang terdengar seperti suara gajah seketika berbunyi dengan gagah. Tentu, para pemain lainnya turut memainkan alat musik mereka. Tata cahaya kini memancar lebih terang dengan berbagai warna.
Patut diakui, pada lagu ini, melodi kibor yang dimainkan Luis terasa sangat groovy. Bahkan, kami masih bisa mengingat jelas melodi tersebut sampai sekarang. Improvisasi antarpemain pun berlangsung memikat, menghiasi hampir sepanjang lagu.
Anggukan kaki dan kepala penonton di bangku belakang terasa kian deras tak terbendung. Penampilan lagu pertama dan berlanjut ke lagu kedua, Sun Dance, akhirnya menuai tepuk tangan penonton.
Kemudian, Adra menjelaskan konsep yang diusung dalam lagu tersebut.
“Konsep ini terinspirasi dari lantunan asal kultur Minang ketika mereka kangen sama anak-anak mereka yang berada di perantauan. Pada akhirnya, mereka bernyanyi ketika waktu luang. Saya memang berada di Jakarta, tapi darah Minang saya masih mengalir deras sampai sekarang,” tutur Adra.
Setelah itu, Adra mundur ke belakang panggung untuk beristirahat. Kini tersisa Guernica Quartet melanjutkan penampilan mereka.
Baca juga:
Lagu ketiga, A Waltz Around the Withered, diawali intro saksofon yang begitu lembut. Jujur saja, kami nyaris tidur mendengar lantunannya. Untungnya, tak lama kami terjaga lewat sambaran bass dan drum yang menggetarkan. Improvisasi piano juga turut hadir di pertengahan lagu, kali ini lebih ciamik dari lagu sebelumnya. Kemudian disambut oleh para pemain lainnya sampai ke akhir lagu, yang lagi-lagi melahirkan tepuk tangan dari penonton.
Pertunjukan sudah berlangsung selama setengah jam. Lagu keempat, Enigma, disajikan penuh teknik. Berbeda dari tiga lagu sebelumnya.
Dibuka permainan flute sebagai ambience utama yang di-looping hingga beberapa lapisan secara langsung, para pemain langsung masuk dengan instumen meeka masing-masing. Selang beberapa menit, mereka memberi kode lewat tatapan mata, kemudian temponya eskalasi. Improvisasi drum yang dahsyat juga muncul pada pertengahan lagu.
Tata cahaya dengan sigap menyorot ke arah Kenny dengan aksi gilanya. Peristiwa ini sedikit mengingatkan kami pada adegan dalam film Whiplash. Kenny terlihat sesekali mengigit bibirnya, sementara para pemain lain, berdiri sejajar menikmati improvisasi drum itu.
Beberapa menit berselang, improvisasi tersebut disudahi para pemain. Aksi tersebut menuai tepuk tangan lebih lama dibandingkan sebelumnya. Bahkan Rainer sampai menyuruh penonton menyudahi tepuk tangan mereka.
Usai lagu keempat, Adra Karim kembali ke panggung untuk memainkan lagu terakhirnya bersama Guernica Quartet. Lagu ini berjudul Oliver’s Changes yang diambil berdasarkan tugas akhir Adra Karim serta didedikasikan kepada mendiang musisi jazz senior, Riza Arshad.
“Lagu ini nyolong dari tugas akhir saya, dimana saya mengaplikasikan nuansa khas Bali dalam aliran musik jazz. Dan tentunya lagu ini saya dedikasikan kepada Riza Arshad, pahlawan kita semua,” kata Adra mengenai konsep lagu terakhirnya. Tata cahaya pun langsung redup.
Permainan kibor Adra yang sedikit terdistorsi selama beberapa menit mulai terdengar. Kemudian, saat sound kibor itu berubah, Guernica Quartet masuk melengkapi. Semakin lama, permainan mereka mencapai klimaksnya. Gemuruh tepukan tangan penonton pun menutup aksi mereka. Konsep unik dan kualitas yang mereka tampilkan, berhasil memantik kegembiraan.