Dobrak Pasar Ekspor, Kemenperin Fasilitasi Sertifikasi HACCP untuk Pelaku IKM Pangan
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) menggelar fasilitas pendampingan penerapan dan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) bagi Industri Kecil Menengah (IKM) pangan untuk mampu mendobrak pasar ekspor.
"Kami menggelar fasilitasi pendampingan penerapan dan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) bagi IKM pangan, agar dapat membantu IKM memenuhi salah satu persyaratan ekspor, sehingga para pelaku IKM pangan akan lebih percaya diri untuk memperluas pasarnya," kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita di Jakarta, Senin, 13 Februari.
Menurut Reni, standar keamanan, mutu, dan gizi pangan ini perlu dijalankan oleh para pelaku IKM pangan agar produk pangan yang dihasilkan dapat dipasarkan sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan pembeli, tidak hanya untuk konsumen domestik, tetapi juga pasar ekspor.
Reni menilai, masih banyak IKM pangan yang belum memenuhi persyaratan standar sanitasi produksi di seluruh kegiatan rantai produksi pangan, baik berupa Good Manufacturing Practices (GMP), Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), dan HACCP yang merupakan Standar Internasional untuk Sistem Keamanan Pangan.
"Hal ini terlihat dari bangunan dan sarana produksi yang kurang menunjang, sanitasi dan higienitas karyawan yang kurang, mesin peralatan yang kurang sesuai dengan persyaratan, pengawasan produksi yang kurang baik, serta spesifikasi produk akhir yang tidak konsisten," ujarnya.
Sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, kata Reni, keamanan pangan menjadi persyaratan wajib bagi produsen pangan. "Bahkan, IKM pangan yang meliputi produsen makanan dan minuman memiliki porsi paling besar pada jumlah sektor IKM secara keseluruhan, yakni sebanyak 1,68 juta unit usaha atau 38,72 persen dari total unit usaha IKM di Indonesia," jelasnya.
Reni mengemukakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan rantai pangan yang meliputi produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan, wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik.
"HACCP merupakan suatu pedoman atau prosedur yang mengatur perusahaan atau produsen untuk memproduksi makanan agar aman, bermutu dan layak dikonsumsi. Dengan adanya tata cara untuk mengontrol kualitas produksi makanan, maka produk perusahaan tersebut akan semakin berkembang dan dapat dipercaya oleh konsumen," papar Reni.
Baca juga:
Sementara, Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan Ditjen IKMA Yedi Sabaryadi mengatakan, pihaknya telah memfasilitasi 18 IKM di kabupaten/kota untuk mengikuti pendampingan keamanan makanan, persiapan, serta penerapan standar higienitas dan produksi bersih sesuai dengan syarat HACCP. Selain itu, terdapat 11 IKM yang mendapat fasilitasi HACCP untuk produk minuman.
"Dalam pendampingan ini, terdapat program kunjungan konsultasi dengan tenaga ahli, pendampingan in house training, pelaksanaan penerapan standar produksi bersih HACCP, audit dan evaluasi komitmen produksi termasuk perbaikan dokumen, audit eksternal oleh lembaga sertifikasi, hingga terbitnya sertifikat HACCP," ungkapnya.
Pendampingan dilakukan selama sembilan bulan sejak Maret hingga November 2022. Setelah itu, IKM yang memenuhi seluruh standar berhak mendapatkan sertifikat HACCP.
"Untuk tahun ini, kami kembali akan memberikan fasilitasi HACCP bagi IKM Pangan terkurasi. Dengan memiliki sertifikat HACCP, para pelaku IKM pangan dapat memberikan jaminan kepada konsumen terkait kualitas produk yang dihasilkan. Kepercayaan diri dari para pelaku IKM makanan juga semakin meningkat, terutama untuk menembus pasar global," pungkasnya.