DPRD Sumbar Khawatir Bila Bandara Minangkabau Turun Kasta Jadi Nasional, Ini Daftar Bandara Internasional di Indonesia
PADANG - Muncul wacana pemangkasan jumlah bandar internasional di Indonesia. Wacana yang dilontarkan Menteri BUMN Erick Thohir ini masih dibahas Kementerian Perhubungan.
Namun muncul kekhawatiran dari daerah. Sumatera Barat (Sumbar) salah satunya. Bila Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang Pariaman, terdepak dari status internasional menjadi level nasional, kondisi itu dianggap merugikan Sumbar.
Berikut daftar bandara internasional di Indonesia dikutip dari laman Kemenhub:
1. Sultan Hasanuddin
2. Frans Kaisiepo
3. Selaparang
4. I Gusti Ngurah Rai
5. Lombok Praya
6. Adisutjipto
7. Sentani
8. Mopah
9. Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan
10. Sam Ratulangi
11. Syamsuddin Noor
12. Pattimura
13. Juwata
14. Adi Sumarmo
15. Juanda
16. Jenderal Ahmad Yani
17. El Tari
18. Sultan Syarif Kasim II
19. Kertajati
20. Husein Sastranegara
21. Raja Haji Fisabilillah
22. Halim Perdanakusuma
23. Soekarno-Hatta
24. Hang Nadim
25. Kualanamu
26. Silangit
27. Supadio
28. Sultan Mahmud Badaruddin II
29. Minangkabau Internasional Airport
30. Sultan Iskandar Muda
31. Polonia (tidak aktif)
32. Bali Baru (perencanaan)
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan akan memangkas jumlah bandara internasional dari 32 menjadi 14 atau 15 saja di Indonesia, sesuai kebijakan yang merupakan kesepakatan dengan Kementerian Perhubungan RI dan direstui Presiden Joko Widodo guna meningkatkan pergerakan domestik dan meningkatkan mobilitas perjalanan wisata dalam negeri.
Minangkabau (BIM) menjadi salah satu bandara yang terkena pengurangan status bandara internasional akan menjadi kerugian besar bagi provinsi itu.
"BIM ini menjadi gerbang bagi wisatawan Malaysia yang datang berkunjung ke Sumbar, selain itu bandara juga bandara yang digunakan saudara kita dari Bengkulu dan Jambi saat musim haji," katanya di Padang dilansir ANTARA, Minggu, 12 Februari.
Supardi mengatakan Sumbar sudah mendeklarasikan akan dikunjungi 8,2 juta wisatawan dengan program 'Visit Beautiful West Sumatera (VBWS)' 2023, sehingga tentu akan sangat berdampak jika bandara ini mengalami penurunan status.
Menurut dia, kerugian yang dialami Sumbar terjadi di sektor perdagangan dan pariwisata, oleh karena itu pihaknya akan mengajak Pemerinta Provinsi (Pemprov) Sumbar untuk duduk bersama melakukan langkah-langkah strategis agar status bandara ini tetap menjadi bandara internasional.
"Kita akan coba diskusi untuk melakukan pendekatan dan lobi-lobi, tentu dengan konsekuensi BIM harus memenuhi standar sesuai dengan bandara level internasional," sambung Supardi.
Selain itu, BIM yang terletak di Kabupaten Padang Pariaman itu dibuat untuk bandara internasional sesuai arahan pemerintah pusat kala itu dan jika hanya untuk bandara nasional saat itu, sudah ada Bandara Tabing di Kota Padang.
"Kalau akan turun status tentu kita tidak akan memindahkan bandara tersebut ke BIM karena Bandara Tabing berada di pusat kota," ujar Supardi.
Baca juga:
- Kata Gubernur Sumbar Mahyeldi Bila Bandara Minangkabau ‘Terdepak’ dari Status Internasional
- DPRD: Bandara Internasional Minangkabau Turun Kelas Jadi Bandara Nasional Kerugian Bagi Sumbar
- 24 Ribu Bangunan Runtuh atau Rusak Berat Akibat Gempa Bumi, Otoritas Turki Gelar Penyelidikan: 113 Orang Ditahan
- PT Freeport Hentikan Sementara Penambangan dan Pengolahan karena Curah Hujan Tinggi
Kepala Dinas Perhubungan Sumbar Dedy Diantolani mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi tentang status Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padang Pariaman, masuk atau tidak dalam rencana itu.
"Kita masih menunggu kelanjutan dari rencana ini," ujar dia dilansir dari ANTARA.
Dedy mengatakan posisi Pemprov Sumbar sebenarnya siap untuk menerima kebijakan dari pusat terkait status BIM ke depan. Hal itu sejalan dengan pernyataan Gubernur Sumbar, Mahyeldi sebelumnya.
"Kalau misalnya pemerintah pusat memutuskan untuk wilayah Sumatera hanya satu Bandara Kualanamu, Medan yang tetap menjadi bandara internasional, kita tetap siap," ujarnya.
Namun menurut dia butuh kajian yang lebih komprehensif tentang hal itu karena BIM selama ini telah menjadi pintu masuk untuk puluhan ribu wisatawan mancanegara terutama Malaysia.
"Jika status internasional BIM dicabut, maka biaya perjalanan wisatawan Malaysia akan lebih mahal karena pilihannya adalah lewat Jakarta atau Medan," kata Dedy, Sabtu, 11 Februari.