BPOM Kasih Dukungan Pengembangan Produk Biofarmasi Dalam Negeri
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendukung pengembangan produk biofarmasi atau obat farmasi dari sumber biologis yang diproduksi dalam negeri dengan mempertimbangkan basis sains dan penelitian.
"Kami sangat mendukung untuk pengembangan produk-produk biopharmaceutical berbasiskan biologis karena efek samping yang lebih ringan," kata Kepala BPOM, Penny K Lukito di pabrik PT Kalbe Farma, Cikarang, Senin 30 Januari.
Pada kesempatan tersebut, BPOM menerbitkan izin edar obat Rituxikal buatan PT Kalbio Global Medika yang telah melalui berbagai uji komparabilitas dibandingkan dengan rituximab inovator merek Mabthera. Obat tersebut bermanfaat untuk pengobatan kanker limfoma non-hodgkin (NHL) dan leukemia limfositik kronik.
Penny mengatakan biasanya selama ini obat-obatan untuk kanker berbahan kimia yang memiliki efek samping. Dengan kehadiran produk biofarmasi, diharapkan dapat menjadi alternatif atau pilihan bagi tenaga medis.
Dengan dikeluarkannya izin edar Rituxikal yang dibuat di dalam negeri, Penny berharap hal tersebut menjadi inspirasi dan inovasi bagi industri farmasi dan biofarmasi lainnya. Dia juga berharap biofarmasi dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mengobati kanker jenis lain, tidak hanya kanker limfoma.
"Sehingga Insyaallah penyakit-penyakit kanker bisa kita tanggulangi sendiri dengan obat yang mudah-mudahan juga tidak terlalu mahal relatif lebih murah apabila diproduksi dalam negeri," kata dia dinukil dari Antara.
Baca juga:
- Menkes: Vaksin COVID-19 Produksi Nasional Dipaketkan PBI BPJS Kesehatan Saat Endemi
- Warga 18 Tahun ke Atas Bisa Dapat Vaksin Booster Kedua Per 24 Januari, Berikut Jenis dan Kombinasinya
- Mahfud MD Pastikan Jaksa Kasasi Vonis Bebas KSP Indosurya: Kita Tidak Boleh Kalah Tegakkan Hukum
- BPOM Terbitkan Izin Edar Obat Antibodi Monoklonal Produksi Anak Bangsa
Penny mengatakan kehadiran produk Rituxikal merupakan bentuk dari kolaborasi antara pemerintah dan industri farmasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
Produk obat yang diproduksi di dalam negeri juga dapat mendukung program pemerintah yang diamanahkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan serta Inpres Nomor 2 Tahun 2022 terkait dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
"Jadi nanti dalam pembelian procurement dari pemerintah untuk produk-produk obat juga yang sudah masuk e-katalog diprioritaskan adalah yang TKDN-nya itu besar, yang porsi dalam negerinya," kata Penny.
"Saya kira produk-produk seperti ini (buatan dalam negeri) tentunya akan masuk dalam e-katalog dengan cepat, baik, dan juga akan diserap oleh pemerintah dalam hal ini," imbuh dia.