Intervensi dari Penegak Hukum, Pengembangan Panas Bumi di Dieng dan Patuha Berpotensi Molor
JAKARTA - Pengembangan energi panas bumi di Dieng dan Patuha berpotensi molor akibat persoalan hukum yang berkepanjangan. Padahal, pihak PT Geo Dipa Energi dan PT Bumigas Energi sebenarnya telah menjalani proses hukum dengan adanya putusan dari Badan Arbitrase Nasional (BANI) ke 1 tahun 2015 yang menyatakan untuk kembali menghidupkan kontrak kerja sama kedua perusahaan yang sempat berhenti.
Kuasa Hukum PT Bumigas Energi (BGE) Khresna Guntarto di Jakarta, Kamis 26 Januari mengatakan, kembali mencuatnya persoalan hukum antara Geodipa dan Bumigas bermula saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui salah satu Pahala Nainggolan yang saat ini menjabat sebagai Deputi Pencegahan KPK di mana pada periode sebelumnya (2015-2019) mengeluarkan surat surat tanggapan atas permohonan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Geo Dipa Energi pada tahun 2017 silam. Surat itu merupakan permintaan klarifikasi terkait kepemilikan rekening PT BGE di PT HSBC Hongkong.
Dalam surat bernomor B/ 6004/ LIT. 04/ 10 – 15/ 09/ 2017 tertanggal 19 September 2017 itu KPK menyatakan bahwa PT BGE tidak memiliki rekening di HSBC Hongkong.
Surat yang dibuat Pahala itu berkaitan dengan kewajiban penyediaan data penarikan pertama atas kontrak kerja PT Geo Dipa Energi dengan PT Bumigas Energi, dalam proyek terkait pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Dieng dan Patuha.
Atas surat tersebut kasus sengketa Geo Dipa dan BGE yang telah rampung kembali berlanjut dengan BANI ke 2 yang dimenangkan Geo Dipa dengan pertimbangan surat KPK.
Menurut Kreshna, tindakan oknum pimpinan KPK yang mengintervensi kasus ini justru berpotensi menganggu iklim investasi panas bumi. BGE sendiri mengklaim sesuai dengan kontrak yang ada sebelumnya seharusnya BGE sudah menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan panas bumi di Dieng dan Patuha.
Geo Dipa Energi melibatkan BGE sebagai kontraktor untuk membangun lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng 2, Dieng 3 dan PLTP Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3. Dalam perjalanannya, Bumigas dinilai tidak melakukan pembangunan fisik sesuai kesepakatan kontrak. Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan hasil, Geodipa mengajukan gugatan arbitrase untuk pemutusan kontrak.
Pasal 55.1 Perjanjian Dieng and Patuha Geothermal Project Development No. KTR 001/GDE/II/2005 antara PT GDE dengan PT BGE pada tanggal 1 Februari 2005 (“Perjanjian KTR 001/2005”), PT. BGE diminta melakukan penyediaan dana berupa first drawdown. Oleh sebab itu, PT. BGE berdasarkan Surat PT BGE No. 089/2005 pada tanggal 29 April 2005 telah memberikan atau menyerahkan kepada PT Geo Dipa Energi selaku Pemberi Proyek berupa bukti drawdown, yang merupakan bukti pencairan dana ke rekening milik PT BGE selaku investor, kontraktor dan developer dalam Perjanjian KTR.001 di Bank HSBC (Hong Kong). First drawdown memiliki jumlah HKD 40.000.000 (empat puluh juta Dollar Hong Kong) yang pada saat itu setara dengan USD 5.165.000 (lima juta seratus enam puluh lima ribu Dollar Amerika Serikat).
Adapun PT Geo Dipa Energi sudah mengakui keberadaan ketersediaan dana first drawdown dari BGE tersebut berdasarkan Letter Number: 058/PRESDIR-GDE/V/2005 dated Bandung, 9 May 2005, subject: “First drawdown Dieng 2,3 & Patuha 1, 2, 3 Geothermal Power Project”, from PT Geo Dipa Energi signed by ET. Samsudin Warsa as President Director, to PT Bumigas Energi. Namun demikian, PT Geo Dipa Energi, saat ini tidak mengakui dan mengesampingkan keberadaan first drawdown ke rekening BGE di Bank HSBC (Hong Kong) tersebut.
Lebih lanjut menurut Kreshna terdapat fakta adanya tindak lanjut atas penyediaan dana first drawdown, yakni penyediaan dana berikutnya (additional drawdown atau 2nd drawdown) di tahun 2006 pada Bank Panin Indonesia dari PT Bumigas Energi yang telah diperlihatkan kepada PT Geo Dipa Energi senilai Rp95 miliar atau setara dengan US$10,433,827.57. Surat No.: 351/JAS/EXT/19 tanggal 29 Mei 2019 dari Panin Bank yang menyebutkan terdapat setoran ke rekening Bumigas senilai Rp95 miliar di tahun 2006.
Menurut Kreshna, Deputi Pencegahan KPK selaku penyelenggara negara tidak saksama memeriksa keadaan rekening perbankan BGE di HSBC Hong Kong pada tahun 2005 dan tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh keadaan perbankan PT Bumigas Energi di Bank Panin KCU Senayan pada 29 Agustus 2006.
Baca juga:
- Bunga KUR Super Mikro Turun Jadi 3 Persen, Pengamat: Tepat di Tengah Gelombang PHK
- Pemerintah Antisipasi Lonjakan Pangan Jelang Akhir Tahun, Pakar IPB: Harga Naik saat Paceklik Wajar, Tapi Jangan Impor Beras
- Peluang Besar, Pengamat: Ekonomi Digital yang Inklusif Mampu jadi Tulang Punggung Perekonomian
- Sawit RI Masih Bakal Mendominasi Pasokan Minyak Nabati Global 2023
"Mengapa Pak Pahala tidak memeriksa rekening Bumigas Energi di Bank Panin. Jelas Surat KPK tidak cermat, rekayasa dan manipulatif," tegasnya.
Bumigas sendiri telah melaporkan mantan Direktur Utama Geo Dipa Samsudin Warsa atas kasus penipuan karena diduga tak mengantongi Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Kerja Panas Bumi. Ini membuat Bumigas merasa tidak bisa melakukan pembangunan PLTP karena melanggar Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Bumigas mengalahkan Geodipa.
Persoalan yang mendasar kata Kreshna PT Geo Dipa Energi sejak awal adalah tidak memiliki Izin Usaha Panas Bumi dan Wilayah Kuasa Panas Bumi sebagaimana dimaksud UU No.21/2014 atau UU No.27/2003 tentang Panas Bumi. Hal ini telah dikuatkan oleh Amar Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 925/V/KIP-PS-A-M-A/2019 tgl 13 Agustus 2020.
"Putusan KIP menyebut Kementerian ESDM tidak pernah menerbitkan IUP dan WKP untuk PT Geo Dipa Energi," ujar Khresna.