LPSK: Relasi Kuasa Pengaruhi Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah
JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPKS) Livia Iskandar mengatakan faktor relasi kuasa memengaruhi kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah atau ranah pendidikan.
"Modus dan dampak dari perbuatan itu terbilang luar biasa," kata Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar di Jakarta, Kamis 19 Januari.
LPSK mencatat lebih dari 25 persen korban kekerasan seksual yang meminta perlindungan terkait dengan dunia pendidikan.
"LPSK pernah menangani kasus kekerasan seksual oleh oknum guru dibantu siswa teman korban sendiri, tempat kejadian di ruang sekolah dan jam sekolah," tuturnya disitat Antara.
LPSK menyoroti kasus kekerasan seksual di Jawa Barat yang dilakukan Herry Wirawan. Pelaku merupakan pimpinan pondok pesantren yang memperkosa belasan santri. Dalam kasus tersebut tercermin adanya relasi kuasa oleh pelaku kepada korban.
"Anehnya, kejadian itu berlangsung lama dan tidak banyak yang tahu," ujar dia.
Selain faktor relasi kuasa yang kental, Livia membeberkan bahwa pelaku kekerasan seksual di dunia pendidikan mulai dari oknum guru, petugas atau pegawai hingga pemilik maupun pengurus yayasan.
"Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk mengejar dan mendapatkan pengetahuan, bukan sebaliknya," tegasnya.
Baca juga:
- Istri dan Anak Lukas Enembe Kompak Ogah Bersaksi di Hadapan Penyidik KPK
- Ditanya Soal KPK Geledah Gedung DPRD DKI, Heru Budi Tutup Mulut Pakai Kertas
- Bukan Berarti Dukung Capres Gerindra, Momen Prabowo Supiri Jokowi Dinilai Sebatas Hierarki Pemerintahan
- Tepis Dalih Bharada E Tak Kuasa Tolak Perintah Sambo Tembak Brigadir J, Kejagung Bandingkan dengan Ricky Rizal
Berdasarkan catatan LPSK tahun 2022 permohonan perlindungan tindak pidana kekerasan seksual sebanyak 634 pemohon. Dari jumlah itu, 379 pemohon berstatus korban dan 84 di antaranya korban kekerasan seksual terkait dunia pendidikan.
"Hampir 25 persen pemohon adalah korban kekerasan seksual terkait dunia pendidikan. Artinya apa? Kekerasan (seksual) ada," kata dia.
Jika dilihat lebih jauh, papar dia, pesantren menjadi tempat kejadian terbanyak dengan 45 korban, tempat mengaji 10 korban, dan tempat ibadah enam korban, sedangkan di pendidikan umum sekolah menjadi tempat kejadian terbanyak dengan 19 korban dan satu korban di universitas.
Menurutnya, korban kekerasan seksual yang memohon perlindungan ke LPSK belum menggambarkan peristiwa sebenarnya. LPSK menyakini masih banyak korban lain, baik yang sudah melapor ke aparat penegak hukum tapi tidak mengajukan perlindungan ke LPSK maupun yang tidak melaporkan sama sekali.
Ia mengingatkan setiap orang tua harus selektif dalam memilih tempat pendidikan bagi anak-anaknya.