Hakim Cecar Kuat Ma'ruf Soal Pesan 'Rumah Sudah Siap'
JAKARTA - Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mencecar terdakwa Kuat Ma'ruf mengenai adanya pesan dari Diryanto alias Kodir yang menyatakan rumah sudah siap.
Kuat Ma'ruf diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 9 Januari.
Cecaran hakim bermula saat Hakim Wahyu menyinggung soal adanya pesan singkat dari Kodir melalui aplikasi WhatsApp. Namun, Kuat sempat membantahnya
"Kan sebelumnya saudara Kodir sudah WA saudara" tanya hakim.
"Ngga ada WA ke saya," sebut Kuat Ma’ruf.
Hakim Wahyu pun mengganti pertanyaannya. Dia menyebut ada pernyataan dari Kodir kepada Kuat Ma’ruf yang menyatakan rumah telah siap.
Rumah yang dimaksud yakni rumah dinas Duren Tiga. Sebab, Kodir merupakan asisten rumah tangga (ART) yang bertugas di sana.
"Atau ngabarin kalau rumah sudah siap?" tanya hakim.
"Lupa ketemu Kodir di mana Yang Mulia," sebut Kuat Ma'ruf.
"Banyak lupa ya saudara ya," sindir hakim.
"Tapi yang jelas Kodir menyampaikan rumah yang sudah siap itu maksudnya apa?" sambung hakim.
"Biasanya mungkin sudah bersih kali," jawab Kuat.
Hingga akhirnya, Hakim Wahyu mempertanyakan alasan Kuat Ma'ruf tetap menutup jendela. Padahal berdasarkan komunikasi dengan Kodir menyatakan rumah telah siap.
"Kalau rumah sudah bersih, sudah siap, kenapa pintunya (jendela) belum ditutup?" tanya hakim.
"Ya kurang tau juga Yang Mulia," kata Kuat.
"Kenapa suadara yang nutup pintu?," timpal hakim.
"Ya karena kebiasaan saya dulu waktu masih kerja, tugas saya yang nutup-nutup pintu," kata Kuat Ma'ruf.
Baca juga:
Kuat Ma'ruf didakwa turut serta terlibat dalam rangkaian dugaan pembunuhan Brigadir J. Ia disebut tak mencegah dan melaporkan terjadinya tindak pidana.
Dalam perkara ini ada ada empat terdakwa lainnya yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezer.
Merujuk dakwaan, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J di ruang tengah rumah dinas kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli.
Di perkara ini, mereka didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.