Bernilai Rp29,2 Triliun, Program KEJAR Telah Jangkau 52,4 Rekening pada 2022
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan Program Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yakni Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) telah menembus 52,4 juta rekening sepanjang tahun 2022.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi Perlindungan Komisioner OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, total nominal Program KEJAR mencapai Rp29,2 triliun.
Sementara untuk Program Simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SIMUDA), kata dia, telah menjangkau 584 ribu rekening dengan nilai nominal Rp1,8 triliun. Sedangkan untuk Program Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (KPMR) telah menjangkau 984 ribu debitur dengan nilai penyaluran Rp25,6 triliun
Ia menjelaskan OJK terus mengakselerasi perluasan akses keuangan regional melalui optimalisasi peran 462 TPAKD yang tersebar di 34 provinsi dan 428 kabupaten/kota.
"TPAKD sepanjang tahun 2022 telah melakukan 1.360 program kerja di antaranya melalui KEJAR, SIMUDA, hingga KPMR," ujar Friderica dikutip Antara, Selasa 3 Januari.
Baca juga:
- OJK Sedang Mengkaji Rencana Penyehatan Keuangan Beberapa Perusahaan Asuransi Bermasalah seperti Wanaartha Life, Kresna Life, hingga AJB Bumiputera
- OJK Minta Perusahaan Asuransi Hindari Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat seperti Perang Tarif
- Termasuk Fintech, Kinerja Industri Keuangan Non Bank per November 2022 Masih Dalam Kondisi Baik
- Karena Alasan Rata-rata Nilai Transaksi Harian, Anggota Bursa Tolak Normalisasi Jam Perdagangan Saham
Sementara itu OJK telah menerima pengaduan sebanyak 315.783 layanan konsumen termasuk 14.764 per 30 Desember 2022. Sebanyak 92 pengaduan terindikasi pelanggaran dan 3.018 sengketa yang masuk ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPSSJK).
Dari pengaduan yang masuk, kata dia, OJK telah menindaklanjuti 13.332 pengaduan tersebut telah diselesaikan.
"Sepanjang Januari hingga September 2022 OJK juga menemukan 426 iklan yang melanggar ketentuan yang berlaku. OJK sudah mengeluarkan surat pembinaan dan perintah penghentian iklan yang tidak sesuai aturan," jelas Friderica Widyasari.