DPR Minta Kemenkes Segera Sediakan Vaksin untuk Anak yang Sudah Lama Kosong

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay, mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk segera menyediakan vaksin COVID-19 untuk anak usia 6-11 tahun.

Sebagaimana dikabarkan, vaksin COVID-19 untuk anak saat ini sedang kosong. Sementara, pelaksanaan vaksinasi untuk anak masih belum selesai.

"Kebutuhan terhadap vaksin COVID-19 untuk anak ini penting! Apalagi, penyebaran virus COVID-19 dengan berbagai variannya masih terjadi. Orang yang terpapar masih saja bertambah setiap hari," ujar Saleh kepada VOI, Selasa, 3 Januari.

Terlebih, meski status PPKM di Indonesia sudah dicabut namun penularan COVID-19 masih merajalela di China. Jangan sampai, penyebaran virus tersebut terulang lagi seperti awal pandemi dua tahun lalu dan lebih khusus menyasar anak-anak.

"Itu yang dari China sudah masuk Indonesia. Pemerintah tahu itu. Nah, kalau sudah menyebar, biasanya menyasar kemana-mana. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun bisa terpapar," tegas Saleh.

Ketua Fraksi PAN DPR itu menilai, pemerintah harus mencari alternatif lain dalam memenuhi stok vaksin untuk anak sembari menunggu produksi vaksin dalam negeri.

"Saya mendengar, Kementerian Kesehatan saat ini sedang menunggu vaksin buatan dalam negeri. Itu tentu sangat baik dan bijak. Tetapi, untuk mengisi kekosongan yang terjadi saat ini, pemerintah harus mencari alternatif. Kita juga dikejar oleh waktu agar jadwal vaksinasi sesuai dengan yang semestinya," terang Saleh.

Saleh mengungkapkan, dalam rapat terakhir bersama Komisi IX, Kemenkes dan produsen vaksin merah putih telah menyanggupi pengadaan vaksin.

"Mestinya, itu sudah ada sekarang. Kalau belum, berarti ada kendala. Kita perlu menelusuri apa kendalanya untuk diselesaikan," ungkapnya.

Di sisi lain, tambah Saleh, BPOM juga sudah memberikan izin vaksin Pfizer untuk disuntikkan pada anak. Tetapi hingga kini belum dilaksanakan lantaran masih menunggu proses penilaian dari ITAGI.

Oleh karena itu, Saleh menegaskan, kerja-kerja kolektif kolegial dari seluruh pihak yang berwenang sangat diperlukan. Semua yang terlibat, kata dia, harus berperan aktif dan cepat.

"Proses birokrasinya pun jangan sampai memperlambat dan menunda pelayanan bagi masyarakat," tegasnya lagi.

Legislator PAN dapil Sumatera Utara itu menambahkan, pemerintah semestinya memprioritaskan vaksin anak. Sebab menurutnya, vaksinasi anak sangat spesial karena mereka merupakan penerus bangsa yang harus dijaga kesehatannya.

"Saya justru menilai bahwa vaksinasi untuk anak itu sangat spesial. Kekebalan mereka terhadap penyakit harus diutamakan. Masa pertumbuhan dan sekolah adalah hal yang sangat krusial. Pemerintah harus betul-betul memperhatikan dan memprioritaskan mereka," pungkas Saleh.

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, merespons kosongnya stok vaksin COVID-19 untuk vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Indonesia.

Nadia mengaku, stok vaksin Sinovac yang ditetapkan sebagai vaksin anak usia 6-11 tahun sudah habis sejak beberapa bulan lalu. Kini, pemerintah masih menunggu vaksin baru produksi PT Bio Farma untuk melanjutkan vaksinasi anak 6-11 tahun tersebut.

"Kita masih menunggu produksi dalam negeri untuk bisa segera digunakan," kata Nadia dalam pesan singkat, Senin, 2 Januari.

Saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan izin vaksin COVID-19 anak 6 bulan hingga 11 tahun menggunakan Pfizer. Stok Pfizer di Indonesia juga masih dinyatakan cukup.

Namun, Kemenkes belum mengeluarkan surat keputusan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan vaksin selain jenis Sinovac kepada anak 6-11 tahun.

"Kami masih menunggu rekomendasi dari WHO dan kajian dari ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) serta IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) untuk ke depan menggunakan Pfizer pada usia di atas 6 tahun," ungkap Nadia.

Secara umum, berdasarkan hasil sero survei, kekebalan imunitas penduduk Indonesia per Juli 2022 menyentuh angka 98,5 persen. Cakupan imunitas masyarakat ini meningkat dari bulan Desember 2021 yang menyentuh angka 87,8 persen.

Selama COVID-19 masih ada, kelompok yang paling berisiko untuk tertular virus coronan ini adalah orang yang berusia 18 tahun ke atas, terutama lansia.

"Kelompok ini (18 tahun ke atas) yang harus dikejar lebih dulu (vaksinasinya) karena mobilitasnya yang lebih tinggi. Jadi, ini yang sekarang harus dikejar sambil menunggu ketersediaan vaksin untuk anak," urai Nadia.