Otoritas Prancis SelidikI Kematian Pria Iran yang Jasadnya Ditemukan di Sungai Lyon, Terkait Protes di Teheran
JAKARTA - Otoritas Prancis menggelar penyelidikan terhadap penemuan jasad pria Iran di Kota Lyon, setelah unggahan video di media sosial mengatakan dia akan bunuh diri untuk menarik perhatian terkait tindakan keras terhadap pengunjuk rasa di negaranya.
Mohammad Moradi (38), ditemukan di sungai Rhone Prancis, yang mengalir melalui pusat Lyon, pada Senin malam, kata seorang pejabat polisi, melansir The National News dari AFP 28 Desember.
Layanan darurat tidak berhasil menyelamatkannya di tepi sungai, kata pejabat itu.
"Ketika Anda melihat ini, saya telah mati," kata Moradi dalam video tersebut.
"Saya (telah) memutuskan untuk bunuh diri di Sungai Rhone. Merupakan tantangan untuk menunjukkan bahwa kami, rakyat Iran, sangat lelah dengan situasi ini."
"Bunuh diri saya bukan karena alasan pribadi. Polisi menyerang orang; kami telah kehilangan banyak putra dan putri. Kita harus melakukan sesuatu."
Moradi, seorang mahasiswa sejarah yang bekerja di sebuah restoran, telah tinggal di Prancis bersama istrinya selama tiga tahun.
Jaksa di Lyon mengatakan mereka telah meluncurkan penyelidikan untuk "memverifikasi teori bunuh diri, khususnya pesan yang diunggah oleh orang yang bersangkutan di jejaring sosial yang mengumumkan niatnya" untuk menghilangkan nyawanya.
Peristiwa itu mengejutkan kota, dengan unjuk rasa kecil untuk mengenang Moradi yang berlangsung di tepi Rhone pada Hari Selasa. Para pelayat meletakkan lilin dan karangan bunga di pagar tepi sungai.
Kematian Moradi diikuti oleh curahan dukungan dari warga Iran, jurnalis dan aktivis online saat tagar dengan namanya beredar di media sosial dalam bahasa Farsi dan Inggris.
"Mohammad Moradi bunuh diri agar suara revolusi terdengar di Iran. Suara kami tidak dibawa oleh media barat," ujar Timothee Amini dari komunitas lokal Iran.
"Jantungnya berdetak untuk Iran; dia tidak bisa lagi menanggung rezim," sambungnya.
Sementara konflik Ukraina diliput "setiap pagi", orang mendengar "sangat sedikit tentang Iran" dalam berita, kata Amini.
Lili Mohadjer mengatakan, Moradi berharap "kematiannya akan menjadi elemen lain bagi media dan pemerintah Barat untuk mendukung revolusi yang sedang berlangsung di Iran".
Dia mengatakan kematiannya "bukan bunuh diri" tetapi "pengorbanan untuk mendapatkan kebebasan".
Moradi mengatakan dalam video bahwa dia "tidak bisa hidup dengan damai, nyaman di sini, di mana dia terintegrasi dengan sangat baik", sementara orang Iran dibunuh, kata Mohadjer.
Diketahui, Presiden Ebrahim Raisi mengatakan Iran tidak akan menunjukkan belas kasihan terhadap lawan negara yang bermusuhan, yang telah mengalami lebih dari 100 hari protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Baca juga:
- Jepang hingga AS Antisipasi Gelombang COVID-19 di China, Kementerian Kesehatan Pantau Perkembangan
- Kasus Infeksi COVID-19 Terus Menyebar: RS dan Rumah Duka di China Kewalahan, Krematorium Penuh Dipesan Sampai Tahun Baru
- Perintah Tegas Presiden Korsel Soal Pesawat Tak Berawak Korut: Satu Drone Dibalas Dua hingga Tiga, Tembak Jatuh Jika Perlu
- Rapat Pleno Partai Buruh Korea Utara: Kim Jong-un Perkuat Kekuatan Pertahanan, Soroti Kekurangan di Bidang Sains hingga Kesehatan
Amini (22) meninggal dalam tahanan polisi moral, setelah dia ditangkap dan dituduh melanggar aturan berpakaian yang ketat untuk perempuan di Iran.
Setidaknya 100 warga Iran yang ditangkap dalam lebih dari 100 hari protes nasional menghadapi dakwaan yang dapat dihukum mati, kata kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo, Selasa.
Pada awal Desember, badan keamanan utama Iran melaporkan lebih dari 200 orang tewas, termasuk petugas keamanan. Sedangkan PBB bulan lalu mengatakan, setidaknya 14.000 orang telah ditangkap sejak kerusuhan nasional dimulai.