Kementerian ESDM Jamin Keandalan Suplai Energi Demi Penuhi Kebutuhan Listrik Natal dan Tahun Baru
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin keandalan suplai energi termasuk energi primer untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik selama libur Natal dan Tahun Baru 2023.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan keandalan pasokan energi primer untuk operasional pembangkit menjadi salah satu kunci keamanan ketersediaan listrik saat ini, terkhusus PLTU Suralaya yang berenergi primer batu bara dan menjadi salah satu tulang punggung sistem kelistrikan di Jawa, Madura, dan Bali.
"Signifikan perannya untuk sistem Jawa, Madura, dan Bali. Kami pastikan rantai pasok mulai dari energi primer sampai kesiapan operatornya hingga penyediaan listrik ke masyarakat bisa kami pastikan tercapai," ujarnya dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Minggu 25 Desember.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam kesempatan berbeda mengatakan PLTU Suralaya yang berlokasi di Cilegon, Banten, berkapasitas 3.400 megawatt dapat beroperasi memenuhi kebutuhan listrik sistem Jawa, Madura, dan Bali selama libur Natal dan Tahun Baru 2023.
Menurutnya, PLTU Suralaya kini memasok 12 persen dari kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan Bali, sehingga pembangkit listrik tenaga batu bara itu punya peran vital bagi kelistrikan di wilayah tersebut.
"Kalau Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, kondisi pasokan batu bara di PLTU Suralaya agak kritis, tahun ini sangat baik dan menjadi hari operasi terbaik sepanjang sejarah," kata Darmawan.
Pada libur Tahun Baru 2022, kondisi pasokan batu bara PLTU Suralaya sempat berada dalam titik kritis dengan hari operasi kurang dari tujuh hari. Sedangkan, libur Natal dan Tahun Baru 2023, pasokan batu bara telah mencapai 30 hari operasi.
Darmawan menuturkan capaian hari operasi yang panjang itu adalah hasil dari upaya PLN bersama pemerintah dan pemangku kepentingan pada industri batu bara domestik dalam memastikan ketersediaan energi primer terpenuhi.
Sejak awal 2022, PLN telah melakukan perubahan paradigma dalam monitoring dan pengendalian pasokan batu bara. Semula pengawasan hanya berfokus pada titik bongkar atau estimated time of arrival (ETA), namun kini menjadi berfokus di titik muat atau loading.
Baca juga:
- Indonesia Berpeluang Tingkatkan Ekspor ke India untuk Komoditas Batu Bara, CPO, hingga Besi dan Baja
- PP Presisi Kembali Memperoleh Kontrak Baru pada Jasa Pertambangan Nikel
- Peringati Hari Jalan 2022, Kementerian PUPR Gelar Ekshibisi Kendaraan Listrik Antar Perguruan Tinggi
- Pengamat Ekonomi UGM: Pajak Ekspor-DMO Dorong Hilirisasi meski Terhadang WTO
Langkah pengawasan dilakukan tak hanya melalui fisik di lapangan tetapi juga dengan integrasi sistem monitoring digital antara sistem PLN dengan sistem pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Sistem itu memberikan informasi target loading dan terintegrasi dengan sistem pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM yang mencatat realisasi loading dari setiap pemasok.
"Dengan sistem seperti ini, jika ada potensi kegagalan pasokan karena ketersediaan batu bara maupun armada angkutannya akan dapat dideteksi lebih dini. Tak hanya itu, corrective action dapat dilakukan as early as possible sehingga kepastian pasokan dapat lebih terjaga," pungkas Darmawan.