Dituding Direkomendasikan Gibran soal Tas Bansos, Saham Sritex Anjlok 2,11 Persen
JAKARTA - Saham PT Sri Rejeki Isman Tbk ditutup anjlok pada penutupan perdagangan hari ini, Senin 21 Desember. Saham emiten berkode SRIL tersebut jatuh seiring dengan pemberitaan yang mengaitkan perusahaan tekstil tersebut dengan korupsi proyek bantuan sosial atau bansos yang dilakukan Juliari Batubara.
Mengutip data RTI, saham SRIL bertengger di level Rp278 per lembar saham. Angka tersebut turun 6 poin atau 2,11 persen.
Sebelumnya, saham SRIL dibuka di level Rp282 atau melemah 2 poin dibandingkan dengan posisi penutupan Jumat 18 Desember. Akhir pekan lalu, perusahaan yang berdomisili di Solo ini ditutup di level Rp284 per lembar saham.
Sebelumnya, Sritex dikaitkan dengan perkara pengadaan bantuan sosial (bansos) yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Sritex diminta untuk menyediakan sekitar 1,9 juta goodie bag atau tas paket bansos Kemensos untuk kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Rekomendasi pengadaan tas paket bansos itu dituding didapatkan dari anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka. Gibran sendiri adalah calon Wali Kota Solo terpilih yang meraup suara lebih dari 80 persen pada Pilkada 2020 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Head of Corporate Communication Sritex Joy Citradewi membenarkan bahwa pihaknya mendapatkan orderan goodie bag bantuan sosial (bansos) COVID-19 dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Namun, Joy membantah bahwa kontribusi perseroan dalam program bansos berbentuk bahan pokok berasal dari rekomendasi anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wali Kota Surakarta Terpilih Gibran Rakabuming.
"Betul kami suplai goodie bag untuk Kemensos. Untuk rekomendasi, tidak ada dari Gibran," tuturnya, saat dihubungi VOI, Senin, 21 Desember.
Joy menjelaskan partisipasi dalam program tersebut dimulai dari pertemuan antara pihak Kemensos dan perseroan. Namun sayang, Joy tidak dapat menjabarkan jumlah pesanan maupun nilai kontrak yang diterima pihaknya dengan pemerintah.
Baca juga:
"Quality dan nilai kontrak ada Non Disclosure Agreement (NDA)-nya. Kami di-approach oleh kemensos untuk fulfillment ini karena sedang ada kebutuhan urgent," katanya.
Seperti diketahui, proyek bansos mendapat sorotan setelah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai penerima dan pemberi suap terkait program bantuan sosial penanganan COVID-19.
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabukke selaku pihak swasta.
KPK menduga Juliari menerima jatah Rp10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp8,2 miliar dan Rp8,8 miliar.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.