Vaksinolog: Risiko Kematian Membesar jika Sering Tertular COVID-19

JAKARTA - Vaksinolog Dirga Sakti Rambe mengingatkan semua pihak jika risiko kematian terhadap seseorang akan semakin membesar, kalau terlalu sering tertular COVID-19 karena dapat mengganggu fungsi sejumlah organ tubuh penting.

“Menurut saya jangan terlalu sering terkena COVID-19. Justru kalau bisa tidak kena Covid sama sekali, karena dampak jangka panjangnya terutama nanti bisa berbahaya dan berisiko,” kata Dirga dalam Virtual Class: Kasus COVID-19 Terus Terkendali yang diikuti secara daring di Jakarta, Antara, Rabu, 21 Desember. 

Dirga menuturkan setiap kali seseorang terkena infeksi COVID-19, antibodi terhadap COVID akan muncul atau timbul menjadi lebih tinggi. Bahkan antibodi bisa menjadi ganda karena didapatkan dari vaksinasi maupun infeksi.

Ia menekankan infeksi dari COVID-19, sangat berbahaya dan jahat karena dapat menyerang berbagai organ tubuh selain saluran pernafasan atas. Misalnya adalah jantung, paru-paru, otak ataupun syaraf.

“Jadi penelitian menunjukkan ternyata dampak ini terakumulasi. Kalau ada orang yang terkena COVID satu kali, itu (dampaknya akan) beda dengan orang yang dua kali atau tiga kali terkena. Jadi setelah dilakukan penelitian di organ tubuhnya ternyata berbeda,” katanya.

Dengan terganggunya berbagai organ itu, maka risiko kematian pasien COVID-19 dapat meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan seseorang yang hanya terkena infeksi satu kali.

Oleh karenanya, dalam menyambut libur Natal dan Tahun Baru 2023, Dirga meminta semua pihak yang melakukan mobilitas sosial untuk tidak kehilangan rasa kepedulian serta kewaspadaanya karena COVID-19 masih ada di lingkungan sekitar dan siap menularkan kapan pun dimana pun.

Ia mengingatkan salah satu upaya yang dapat dijalankan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi sesama selain vaksinasi, dapat dilakukan dengan rajin melakukan swab antigen atau PCR jika memiliki gejala berupa batuk dan pilek.

Pemeriksaan itu perlu disegerakan, mengingat tidak ada satu pun pihak yang dapat membedakan apakah gejala tersebut, merupakan gejala dari COVID-19, influenza dan penyakit lainnya.

Dirga menyebut bahwa data di DKI Jakarta menunjukkan orang yang meninggal, kebanyakan karena terlambat melakukan swab dan memiliki komorbid. Akibatnya, terjadi keterlambatan penanganan karena gejalanya yang sudah terlanjur parah.

Selain swab, ia juga meminta semua pihak untuk membantu pemerintah mempercepat pemberian vaksinasi COVID-19, terutama pada lansia melalui booster kedua supaya risiko peburukan dan kematian dapat ditekan bahkan dicegah dengan terkendali.

“Terutama bagi anda yang di atas 40 tahun umurnya punya komorbid, kalau batuk dan pilek harus wajib swab. Karena swab tujuannya agar lebih peduli dan jangan sampai menularkan ke orang lain,” ucap dia.