Faisal Basri Sempat Kritik Monopoli Vaksin oleh BUMN: Ini Praktik Biadab!
JAKARTA - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dituding memainkan praktik kartel dalam pengadaan vaksin COVID-19. Isu ini mengemuka karena proses hadirnya vaksin COVID-19 diatur ketat oleh pemerintah mulai dari jumlah, pengadaan, hingga distribusi dikoordinir melalui BUMN.
Pemerintah juga telah mengumumkan dua skema pembagian vaksin COVID-19, yakni secara gratis dan sebagian besarnya berbayar. Namun, rencana pemerintah dengan skema berbayar mendapat kecaman dari beberapa pihak. Bahkan skema tersebut diduga sebagai bentuk monopoli.
Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menggratiskan vaksin COVID-19, tetap saja isu ini masih terus bergulir. Menteri BUMN Erick Thohir pun mengatakan, dikontrolnya vaksin datang ke Indonesia atau diproduksi hanya oleh pemerintah sebagai upaya untuk menjaga agar vaksinasi benar-benar dilakukan secara terukur dan tepat sasaran.
"Jika tahap awal vaksinasi COVID-19 sudah berjalan, pemerintah akan membuka pengadaan vaksin yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah," kata Erick.
Erick juga menuturkan, pengiriman vaksin pun menggunakan teknologi QR Code dan pelacakan. Dengan demikian, setiap vaksin dapat terlacak didistribusi kemana dan digunakan kepada siapa. Erick menegaskan dirinya ingin menghindari penjualan vaksin secara bebas dengan harga yang melambung tinggi.
Sebelumnya, ekonom senior Indef Faisal Basri mengkritik keras penerapan skema vaksin berbayar yang dilakukan BUMN dan disetujui pemerintah merupakan praktik biadab.
"Bisnis vaksin oleh kartel BUMN yang direstui pemerintah adalah praktik biadab!!!," kicau akun Twitter @FaisalBasri, Senin 14 Desember.
Baca juga:
Pemerintah Indonesia menyiapkan dua skema pelaksanaan vaksinasi COVID-19, yaitu skema program pemerintah dan skema mandiri. Untuk pengadaan vaksin COVID-19 skema program pemerintah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan skema mandiri dilaksanakan oleh Kementerian BUMN.
Dari target cakupan imunisasi sebanyak 107 juta penduduk itu, 75 juta penduduk untuk kelompok sasaran skema mandiri sedangkan 32 juta penduduk untuk skema program pemerintah.
Sasaran vaksinasi untuk skema pemerintah adalah tenaga kesehatan pada seluruh fasilitas kesehatan, pelayan publik esensial dan kelompok masyarakat rentan. Sementara untuk skema mandiri adalah masyarakat pelaku ekonomi lainnya yakni peserta BPJS, non BPJS/asuransi lainnya, dan umum/pribadi.
Skema mandiri inilah yang kemudian menimbulkan pro kontra. Sebab, dalam skema ini nanti, warga yang ingin mendapatkan vaksin harus merogoh kocek dari kantongnya sendiri.