Mengenal Sertifikat Hak Pengelolaan, Ketentuan, hingga Wewenang Pengelola
YOGYAKARTA – Perbincangan tentang sertifikat hak pengelolaan suatu tanah atau lahan kerap muncul. Perbincangan meliputi banyak hal, termasuk perbedaannya dengan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan).
Seperti diketahui, Pemerintah memiliki berbagai jenis kemepimilikan tanah yang terdaftar di Kantor Pertanahan, salah satunya berupa hak pengelolaan. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Agar lebih jelasnya, simak ulasan berikut ini.
Pengertian Sertifikat Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan (HPL) tidak termasuk dalam hak atas tanah seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP).
Dikutip dari djkn.kemenkeu.go.id, Hak Pengelolaan (HPL) adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) dilimpahkan kepada si pemegang HPL, dalam hal ini sertifikat HPL.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 1 dikatakan bahwa Hak Pengelolaan ialah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian diserahkan kepada pemegang hak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa HPL adalah salah satu jenis legalitas atas tanah yang sah secara hukum dengan penggunaan yang masif namun terbatas.
Objek Tanah dan Pemegang Hak Pengelolaan
Dalam Pasal 4 dikatakan bahwa objek tanah HPL bisa berasal dari tanah negara dan tanah ulayat. Sedangkan sertifikat HPL tak bisa diserahkan pada sembarangan orang, namun hanya difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan pemerintah dan masyarakat adat. Pihak yang mendapat sertifikat HPL diatur dalam pasal 5 yakni sebagai berikut.
- Instansi Pemerintah Pusat
- Pemerintah Daerah
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
- Badan Hukum Milik Negara
- Badan Hukum Milik Daerah
- Badan Bank Tanah
- Bbadan Hukum yang ditunjuk Pemerintah Pusat
- Masyarakat hukum adat (HPL untuk tanah ulayat)
Cara Mendaftarkan HPL
Seperti telah disinggung sebelumnya, penggunaan HPL dilakukan secara masif dan terbatas. Oleh karena itu masyarakat yang ingin mengajukan HPL harus sesuai dengan proses dan aturan yang telah ditentukan di masing-masing wilayah. Adapun cara mendaftarkan HPL secara umum adalah sebagai berikut.
- Mengajukan surat permohonan kepada kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi setempat dengan materai Rp10.000.
- Melampirkan dokumen penjungan yakni sebagai berikut.
- Indentitas Pemohon/Penangung Jawab
- Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
- Kartu Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau VISA/Paspor (Fotokopi) untuk Warga Negara Asing
- Akta Pendirian, Surat Keterangan Domisili, dan NPWP Badan Hukum (Fotokopi) untuk Badan Usaha.
- Surat kuasa (jika dikuasakan) bermaterai Rp10.000 dan KTP yang memegang kuasa
- Fotokopi SPPT PBB Tahun berjalan dan Bukti pembayaran PBB
- Fotokopi Surat Petunjuk Pelaksanaan (SPP) atau Akta Jual Beli (Dilegalisir notaris)
- Foto lokasi HPL
- Melampirkan surat pernyataan dengan materai Rp10.000 yang menegaskan kesanggupan membayar, keabsahan dokumen, penguasaan fisik, tidak sengketa, pernyataan bahwa pihaknya tak akan menuntut pembayaran pemasukan yang sudah diterbitkan.
- Ketetapan Rencana Kota (KRK)
Penghapusan Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan bisa hangus, ditarik, atau urung dalam beberapa kondisi, yakni sebagai berikut.
- Dibatalkan oleh Menteri dengan alasan cacat administrasi atau putusan pengadilan
- Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya
- Dilepaskan demi kepentingan umum
- Dicabut berdasarkan UU
- Diberikan Hak Milik
- Ditetapkan sebagai tanah telantar
- Ditetapkan sebagai tanah musnah
Itulah informasi terkait sertifikat hak pengelolaan. Untuk mendapatkan informasi menarik lain kunjungi VOI.ID.